AWAL KONFLIK
Dari Kepentingan Pribadi menjadi Keputusan Gerejawi
Pengantar
Menulis kembali
awal persoalan yang ditimpakan ke Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT)
setelah hampir 10 tahun ini (Maret 2005 – 2015), tidaklah mudah. Sebab selama
kurun waktu ini ada banyak hal yang tidak dapat dilukiskan dengan tulisan.
Terlalu banyak dan beragam ‘rasa, sikap dan laku’: sedih, pilu, miris,
inferior, tersudut, tertekan, tak berdaya, marah, bertahan, berjuang, melawan,
berontak, saling curiga, dari setiap insan yang mengalami langsung peristiwa
ini. Ada pula yang tidak dapat diungkap kepada teman dekat sekalipun, apalagi
dipublikasikan, karena berada dalam wilayah yang dikenal dalam teori
penggembalaan yaitu ‘rahasia jabatan’.
Oleh karena
itu, tulisan ini hanya mengacu pada beberapa dokumen yang pernah saya tulis1 tentang saat-saat mulainya (Maret 2005)
sampai pada saat paling genting dan mencekam (medio 2006-2007) yang ada pada
saya2 dan beberapa dokumen3 kemudian memberi evaluasi dan refleksi
di masa kini. Tulisan ini lebih banyak pengulangan dari dua tulisan saya
sebelumnya. Tentu saja sebagai penulis sangatlah dipengaruhi oleh ‘rasa, sikap
dan laku’ pribadi selaku pelaku sejarah yang menjadi korban. Ya, saya menulis
ini dari perspektif sebagai korban.
Persiapan dan Pemilihan Rektor
Pada bulan
Februari 2005, masa jabatan Rektor UKIT a.n. Pdt. Dr. A.O. Supit diperpanjang
oleh Badan Pengurus Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Gereja Masehi Injili di
Minahasa (YPTK GMIM) dengan salah satu tugas untuk mempersiapkan dan
melaksanakan pemilihan Rektor dan Para Pembantu Rektor. Rektor mengeluarkan SK
Panitia Pelaksana Pemilihan Calon Rektor dan Calon Para Pembantu Rektor tanggal
22 Maret 2005. Kemudian Rektor mengeluarkan SK Panitia Penjaringan Calon Rektor
dan Calon Para Pembantu Rektor tanggal 28 April 2005. Personalia dua panitia
ini sama.4
Ada keanehan. Seharusnya SK Panitia Penjaringan dulu baru kemudian SK
Panitia Pelaksana Pemilihan.
Antara tanggal
22 Maret 2005 dan 28 April 2005, Panitia mengadakan percakapan dengan Rektor,
Ketua dan Sekretaris YPTK GMIM (periode 2000-2005) bertempat di ruang kerja
Ketua YPTK GMIM. Sebagai Panitia, kami perlu pendapat dari Pengurus YPTK GMIM
berkaitan dengan Tata Cara Pemilihan/Penetapan Calon Rektor dan Calon Para
Pembantu Rektor UKIT berdasarkan Surat Keputusan BP YPTK GMIM Nomor:
02/KEP.YPTK/III.2005 tanggal 21 Maret 2005. Dalam lampiran surat ini tertulis
a.l. Butir 11. Senat memilih 3 (tiga) orang calon Rektor dan 2 (dua) calon
Pembantu Rektor yang memperoleh suara terbanyak untuk diajukan kepada Badan
Pengurus YPTK-GMIM guna penetapannya. Butir 12. Ketiga Calon Rektor dan
dua Pembantu Rektor yang terjaring oleh
Tim Teknis/Panitia Pemilihan dibuatkan berita acara yang diserahkan kepada
Ketua Senat untuk diusulkan kepada YPTK-GMIM selaku Badan Penyelenggara
Universitas Kristen Indonesia Tomohon untuk mendapatkan pertimbangan dan
keputusan. Dalam SK BP YPTK ini disertakan Surat Edaran Tentang Persyaratan dan
Prosedur Pengangkatan Pimpinan Perguruan Tinggi Swasta dari Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi Nomor: 2705/D/T/1998 tanggal 2 September 1998. Selaku Ketua
Panitia, saya meminta penegasan tentang dua butir di atas diperhadapkan dengan
Hasil Keputusan Rapat Senat UKIT pada Selasa, 26 April 2005 butir 3 yaitu Senat
mengusulkan 3 nama calon Rektor kepada BP YPTK, dan merekomendasikan suara
terbanyak yang dipilih sebagai Rektor. Waktu itu, saya mengatakan, “kalau hasil keputusan senat UKIT
merekomendasikan suara terbanyak yang dipilih oleh BP YPTK GMIM menjadi Rektor,
maka sebaiknya hanya satu nama saja yang dikirim ke BP YPTK GMIM.” Tetapi Ketua
BP YPTK GMIM mengatakan, “keputusan tertinggi tidak boleh dianulir oleh
keputusan yang lebih rendah.” Dengan demikian, hasil rapat Senat UKIT tidak
berlaku. Jadi, tetap tiga nama calon Rektor yang diusulkan dan nanti BP YPTK
GMIM yang akan menetapkan siapa di antara tiga calon yang akan menjadi Rektor.
Panitia bekerja
sebagai Tim Teknis/Pelaksana berdasarkan ketentuan yang berlaku yaitu Statuta
UKIT 2001 dan SK BP YPTKdi atas. Sekali lagi, hasil rapat Senat UKIT tanggal 26
April 2005 butir 3 tidak menjadi acuan kerja Panitia. Kami mulai dengan
melaksanakan penjaringan bakal calon dari 7 Fakultas dan Program Pascasarjana
Teologi UKIT. Kelengkapan administrasi dari sejumlah nama bakal calon, kami
teliti dengan saksama. Para bakal calon Rektor yang memenuhi syarat
administrasi ialah: 1. Ir. Piet H. Wongkar (diusulkan oleh F.Hukum dan
F.Pertanian). 2. Pdt.Dr.R.A.D. Siwu, MA, Ph.D (diusulkan oleh F.Teol, F. Hukum,
F. MIPA, Pascasarjana). 3. Dra. R.
Sumarauw, MSi (diusulkan oleh F.KIP). 4. Pdt. Dr. A.F. Parengkuan,M.Th
(diusulkan oleh F.Teol). 5. Pdt. K.A.Kapahang-Kaunang, MTh (diusulkan oleh
F.Teol). 6. Ir. W.Najoan (diusulkan oleh F. Pertanian). Hasil penjaringan ini
diserahkan kepada Rektor. Sampai di sini tugas sebagai Panitia Penjaringan
telah selesai.
Selanjutnya,
sebagai Panitia Pelaksana Pemilihan, kami menempuh langkah-langkah berikut:
Kami menyurat kepada Para Balon (Bakal Calon) Rektor untuk menyiapkan secara
tertulis Visi dan Misinya untuk dipresentasikan secara terbuka di hadapan Senat
UKIT dan sivitas UKIT. Pada hari Kamis, 26 Mei 2005 dilaksanakan pemaparan visi
dan misi para balon. Hanya 4 balon yang menyampaikan visi dan misinya, 1 balon
hanya memasukkan secara tertulis/tidak hadir (Ir. W. Najoan), dan 1 balon tidak
memasukkan visi dan misinya (Pdt. K.A. Kapahang-Kaunang, M.Th). Dengan demikian
hanya 4 balon yang layak untuk mengikuti Pemilihan calon Rektor. Mereka adalah
Ir. Piet H. Wongkar, Pdt. Dr. R.A.D. Siwu,MA, Ph.D, Dra. R. Sumarauw, MSi, Pdt.
Dr. A.F. Parengkuan.
Atas undangan
Ketua Senat yang adalah Rektor UKIT, pelaksanaan pemilihan berlangsung pada
hari Selasa, 19 Juli 2005 bertempat di Aula UKIT. Pelaksanaan pemilihan
dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan, berjalan lancar: hanya satu kali jalan,
sebab hanya menjaring 3 nama calon rektor dan 2 nama calon untuk masing-masing
Pembantu Rektor berdasarkan urutan pengumpulan suara terbanyak. Tiga nama calon
rektor yang terjaring adalah: 1. Ir. Piet H. Wongkar (16 suara). 2. Pdt. Dr.
R.A.D. Siwu,MA,Ph.D (10 suara).3. Pdt. Dr.A.F. Parengkuan (1 suara). Saat
pemilihan selesai, kami Panitia telah menyediakan format hasil pemilihan
(penjaringan), sehingga langsung diserahkan kepada Ketua Senat UKIT. Sampai di
sini pekerjaan kami sebagai Panitia Pemilihan telah selesai.5 Sangat jelas bagi semua pemilih waktu
itu ialah hasil pemilihan ini akan diserahkan oleh Senat UKIT melalui Rektor
kepada BP YPTK GMIM untuk kemudian BP YPTK GMIM menentukan siapa yang akan
menjadi Rektor. Harus dicatat bahwa dalam pemilihan ini, turut hadir Wakil
Ketua BPS GMIM (2005-2010), Pdt. R.D. Tamaweol, Th.M dan Sekretaris BP YPTK
GMIM (2005-2010), Pdt.H.W.B. Sumakul,Th.M,PhD. Bahkan yang harus diingat bahwa
Rektor/Ketua Senat UKIT, Pdt. Dr.A.O. Supit, ThM saat pemilihan ini juga sudah
menjabat sebagai Ketua Badan Pekerja Sinode GMIM (terpilih bulan Maret 2005
sampai Maret 2010).6
BP YPTK GMIM Menetapkan Pdt. Dr. Richard A. D. Siwu, MA, Ph.D
sebagai Rektor UKIT
Dalam proses
penetapan Rektor, BP YPTK GMIM mengadakan uji kelayakan bagi 3 calon rektor
yang dipilih dalam rapat senat UKIT. Proses penetapan ini tidak berjalan
lancar, karena keinginan mantan Rektor yang waktu itu menjabat sebagai Ketua
BPS GMIM dengan hasil kajian BP YPTK GMIM tidak sama. ‘Pertarunganpun’ dimulai:
‘demokrasi’ ala A.O. Supit cs atau ‘demokrasi’ ala peraturan pemerintah?
Pertarungan internal ini selanjutnya ialah GMIM sebagai ‘pemilik’ UKIT melalui
BPS membawa persoalan ini dalam rapat-rapat mereka, baik hanya kalangan BPS
maupun bersama-sama dengan BP YPTK GMIM. Kitadapat membayangkan, bagaimana
rapat-rapat mereka berlangsung. Apakah Ketua BPS yang memimpin rapat masih
‘netral’? Bagaimana dengan para anggota BPS lainnya? Apa pendapat mereka?
Adakah mereka membuat kajian bersama berdasarkan peraturan yang berlaku?
Pada permulaan
November 2005, saya mendapat informasi langsung dari dua orang personil BPS
bahwa hasil percakapan BPS dengan BP YPTK ialah, “baik Pdt. Siwu maupun Ir.
P.H.Wongkar diberi kesempatan sampai akhir November 2005 untuk Pdt. Siwu
mendapatkan ijin atau pensiun sebagai PNS dan Ir. Wongkar mendapatkan Jabatan
Fungsional Dosen dari Kopertis/Dikti. Bila sampai akhir November, keduanya
gagal memperolehnya, maka BPS dan BP YPTK akan mengadakan lagi percakapan”.
Pada 10 November 2005 Pdt. Siwu mendapat pensiun sebagai PNS. Maka pada tanggal
12 November 2005 BP YPTK sesuai dengan kewenangan yang ada padanya mengeluarkan
Surat Keputusan Nomor: 443/SK-E/YPTK/XI/2005 tentang Pemberhentian dan
Pengangkatan Rektor Universitas Kristen Indonesia Tomohon, dan pada tanggal 12
Desember 2005 melantik Pdt.Siwu sebagai Rektor UKIT periode 2005-2009.7
Yayasan-Yayasan GMIM dibubarkan oleh BPS GMIM
Berdasarkan
hasil rapat BPS tanggal 2 Februari 2006, enam yayasan8
‘milik’ GMIM dibubarkan. Pembubaran ini ditetapkan dalam Surat Keputusan Ketua
Pengadilan Negeri Tondano No. W14-Dd.AT.04.10-95 tanggal 8 Februari 2006.
Kemudian dalam rapat BPS tanggal 10 Maret 2006 ditetapkan untuk memohon
Penetapan Pengadilan tentang Aset-Aset dan Tim Likuidasi. Pengadilan Negeri
Tondano mengeluarkan Penetapan No. 06/Pdt.P/2006/PN.TDO tanggal 12 April 2006
yang mengabulkan permohonan tersebut. Namun, pada tanggal 18 Oktober 2006 Ketua
PN Tondano mengeluarkan Surat Pernyataan bahwa SK tertanggal 8 Februari 2006
dinyatakan tidak berlaku/tidak ada. Sedangkan Putusan tertanggal 12 April 2006
bersifat Penetapan. Dengan surat-surat ini menunjukkan bahwa pembubaran
yayasan-yayasan baru pada tahap internal BPS. Pembubaran ini kemudian dilegitimasi
dalam Rapat Badan Pekerja Sinode Lengkap (RBPSL) di Kumelembuai pada November
2006. Kami sesalkan, peserta RBPSL langsung menerima kebijakan BPS, tanpa lebih
dulu mendengar para pihak yang terkait dengan UKIT. Jadi, belum ada pembubaran
yayasan-yayasan oleh pengadilan.
Mengapa
yayasan-yayasan ‘dibubarkan’? Ada 2 alasan yang mengemuka yang secara khusus
berkaitan dengan Yayasan Perguruan Tinggi Kristen (YPTK) GMIM. Pertama, karena
BP YPTK GMIM tidak mendengar ‘suara’ BPS tentang kepemimpinan UKIT. Kalau ini
alasannya, betapa sedihnya warga GMIM yang memilih person BPS yang tidak tahu
aturan Pendidikan Tinggi. Kalau alasan ini hanyalah kehendak dari satu dua
orang anggota BPS, maka ‘dapa sayang’
dan ‘beking malo’ punya banyak
anggota BPS yang hanya ’iko arus’.
Beberapa anggota BPS berkelit ‘yah...salah-salah...kita
ndak setuju, mar sebagian besar so setuju, apalagi Ketua Sinode’. Saya kira inilah salah satu kejelekan dari
‘demokrasi’. Demokrasi macam ini pasti tidak pernah akan melahirkan pembaharuan
‘budi’.9 Kalau warga GMIM melalui para anggota
BPSL sama dengan BPS berpikir dan bertindak demikian, maka ini pertanda GMIM
bukan lagi gereja Reformasi, tetapi birokrasi dan arogansi. Kalau sudah begini:
apakah Kepala Gereja kita/GMIM masih Tuhan Yesus? Masih layakkah kita disebut
Gereja yang sedang menggereja? Alasan kedua, untuk menyesuaikan dengan
Undang-Undang Yayasan yang baru. Bila ini alasannya, seharusnya BPS melibatkan
semua komponen dalam GMIM untuk mencari jalan keluar bersama. Terkesan BPS
terburu-buru bahkan sangat bernafsu untuk segera menyesuaikan dengan UU Yayasan
dimaksud hanya karena tidak setuju dengan kepemimpinan UKIT YPTK GMIM. Lalu
mengapa UKIT saja yang menjadi sasaran nafsu BPS?
Fakultas Teologi UKIT sampai 3 Mei 2006
Situasi
Fakultas Teologi UKIT sampai 3 Mei 2006 dapat dikatakan berjalan biasa. Para
dosen masih tetap kompak menjalankan tugasnya meski suasana pro dan kontra
tentang pelantikan Rektor UKIT sudah mulai terasa. Sesudah 3 Mei 2006,
idealisme sebagian dosen berubah karena suksesi Dekan. Suksesi yang tidak
sukses bagi orang-orang tertentu merubah idealismenya dengan turut
mempersoalkan kepemimpinan/Rektor UKIT. Tanggal 3 Mei 2006 adalah saat
pengalihan kepemimpinan yaitu Dekan setelah melewati tahapan pemilihan sesuai
ketentuan yang berlaku. Serah terima dari Dekan periode 2002-2006, Pdt.
M.M.M.Lengkong, MTh kepada Dekan periode 2006-2010, Pdt. Karolina Augustien
Kapahang-Kaunang,MTh berjalan dengan baik, namun...tersirat ‘berat hati’ dari
Dekanat sebelumnya. Idealisme jadi ‘tabongkar’
hanya karena tidak terpilih, bahkan berbalik menentang apa yang pada jaman
kepemimpinannya menominasikan Pdt. R.A.D Siwu untuk dipilih menjadi salah satu
bakal calon Rektor. Demikianpun salah seorang calon yang tidak terpilih yang
menandatangani SK Rektor. Ternyata, demi ambisi, orang bisa berubah menjadi
‘jahat’ dengan menghalalkan segala cara. Persahabatan dan kerekanan hilang.
Suasana Kampus Mencekam Sepanjang Tahun 2007
Tahun 2007
adalah tahun kelabu dan sekali-kali mencekam bagi UKIT YPTK. Betapa tidak,
persoalan yang ditimpakan ke UKIT ini telah melibatkan para preman kampung dan
Brigade Manguni (BM) masuk kampus. Terutama bulan Januari sampai April dan
Juli, para dosen serta pegawai harus mengatasi masalah yang bukan masalahnya.
Sebab kemelut di kampus tidak disebabkan dan tidak dikehendaki oleh komunitas
kampus: mahasiswa, dosen dan pegawai. Kami harus merasakan saat-saat seperti
‘perang’ yaitu saat kedatangan rombongan BPS dan Yayasan Wenas beberapa kali,
yang dikomandani oleh Wakil Ketua BPS, Syamas Andi Cakara dan Pdt. K.H. Rondo,M.Th;
kemudian oleh seluruh personel BPS dan BPPS serta yang menamakan diri Tim Aset
(termasuk Pdt. W. Langi dan dokter B.A. Supit); dan yang terakhir yang
dikomandani oleh Sekretaris Umum BPS GMIM, Pdt. Dekky C. Lolowang, MTh dan
Bendahara BPS GMIM, Syamas Recky Montong, STh bersama rombongan Pdt. Dr. Hein
Arina yang mengantar a.l. anggota jemaat dari Kiawa. Kedatangan rombongan yang
terakhir ini menampilkan juga pendeta senior, mantan Dekan Fakultas Teologi
beberapa periode yaitu Pdt.W. Langi yang berorasi di atas kendaraan dengan
mengatakan bahwa ‘para dosen yang pro YPTK GMIM adalah pembangkang dan
penyesat’. Suasana perang makin terasa saat kedatangan BM dengan pakaian
seragamnya lengkap dengan pentungan bersama dokter B.A. Supit yang menggunakan
pakaian yang tidak biasa, mengenakan jacket kulit warna hitam dan topi ‘koboi’.
Dalam suasana seperti ini, terpaksa Kapolres dan jajarannyapun datang. Padahal
saat itu, hari Rabu, kami sivitas Fakultas bersiap-siap untuk mengadakan Ibadah
Kelompok menurut Kelompok Dosen Penasihat Akademik (Perwalian) pada jam 11.00.
Di tengah
situasi mencekam, dalam koordinasi Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan, Pdt.
Laurens J. Politton, kami alihkan ibadah bersama di lapangan UKIT dengan
mengundang Pimpinan/Tonaas Wangko dan Anggota BM. Sesudah ibadah bersama, baik
Dekan, Pdt. Augustien Kaunang maupun Tonaas Wangko BM diberi kesempatan untuk
berbicara. Sesudah itu, kami mengadakan percakapan. Tonaas Wangko mengatakan bahwa
kedatangan mereka atas permintaan beberapa pendeta yang mengatakan bahwa di
kampus ada kekacauan. Para anggota BM mengatakan mereka mendapat informasi
bahwa mahasiswa akan membakar kampus UKIT.
Kami kaget
mendengar semua penyampaian ini. Beginikah gereja menyelesaikan masalah? Apakah
budaya Minahasa yang kita bangga-banggakan yaitu budaya damai ‘si Tou timou tumou Tou’ masih
signifikan dalam mengatasi masalah di UKIT, ataukah kita sedang mempraktekkan
budaya kekerasan ‘si Tou timou tumongko Tou’
yang dilakoni oleh para pemerhati dan pejuang adat Minahasa? Pada malam hari,
kami di kampus harus berjaga-jaga, sebab beberapa kali kedatangan para preman
yang mengaku mendapat tugas dari BPS. Kedatangan mereka kami sambut dengan
sikap berjaga-jaga, kami berusaha untuk tidak terpancing melawan dengan
kekerasan. Dalam keadaan seperti ini peran para mahasiswa sangat-sangat
berarti. Mereka rela bermalam-malam tidur di kampus dalam koordinasi PD3.
Konsumsi pun berdatangan dari para dosen dan yang simpati dengan kampus
tercinta.
Kantor dan
semua ruang di gedung utama UKIT dan Fakultas Teologi sempat dikunci selama 3
hari (15-17 Maret 2007). Semua kunci diserahkan kepada pihak Kepolisian Resort
Tomohon sampai terbentuknya Tim Independen yang dibentuk oleh KOPERTIS. Pada
tanggal 16 Maret 2007, Tim Independen terbentuk di Makassar yang melibatkan dua
belah pihak YPTK GMIM dan Yayasan Wenas GMIM. Semua kunci diserahkan kembali
oleh pihak Polres pada hari minggu malam tanggal 17 Maret 2007. Terbentuknya
Tim Independen ini membuat suasana kampus kembali kondusif, sebab masing-masing
pihak tidak boleh saling mengganggu, pembelajaran harus berjalan sebagaimana
biasa. Sayang sekali, niat baik dari Muspida Tomohon dan KOPERTIS Makassar
dibatalkan oleh pihak Yayasan Wenas dengan mengadakan pemilihan Rektor sendiri, dan dilantik di gereja Sion Tomohon
oleh BPS GMIM. Lagi-lagi, kekuasaan BPS dikedepankan.
Senat UKIT
melalui Rektor melayangkan surat kepada BPS memohon kesediaan untuk berdialog,
tetapi permohonan ini tidak ditanggapi. Fakultas Teologi UKIT juga melayangkan
surat permohonan kepada BPS dengan nomor 785/091005/II/2007 tanggal 5 Februari
2007 untuk mengagendakan dialog para pihak yaitu BPS GMIM, BP YPTK GMIM, BP
Yayasan Ds. AZR Wenas GMIM, Senat UKIT dan para Dosen UKIT. Lagi-lagi tidak ada
jawaban dari BPS. Tanggal 15 Maret 2007 di Kantor Sinode dilaksanakan pertemuan
terbatas para dosen Fakultas Teologi dengan BPS; kemudian pada tanggal 16 Maret
diadakan percakapan antara BPS dengan para dosen/pekerja GMIM, pegawai dan perwakilan
mahasiswa Fakultas Teologi UKIT YPTK GMIM. Dalam pertemuan ini, kami
mengusulkan agar diagendakan dialog dengan semua dosen dari semua Fakultas
se-UKIT. Sebab UKIT bukan hanya Fakultas Teologi. Juga diusulkan agar ada
pertemuan para ahli/kuasa hukum YPTK dan Yayasan Wenas untuk mempelajari
bersama semua ketentuan yang berhubungan dengan persoalan UKIT.
Lagi-lagi...usulan ini tidak diterima.
Ada keanehan.
Pada tanggal 21 dan 22 Maret 2007, 19 orang dosen teologi mendapat SK
tertanggal 5 Maret 2007 tentang pemberhentian selaku dosen, dan mendapat tugas
baru sebagai Pendeta/Pekerja Pelayanan Umum di Kantor Sinode. Namun, kami masih
mendapat surat sebagai dosen untuk menghadiri pertemuan pada 16 Maret 2007.
Sembilan belas dosen ini adalah yang tidak mengisi formulir isian dari Yayasan
Wenas. Tentang hal ini, ada beberapa surat yang kami kirim kepada BPS. Kami
hanya ingin agar segala sesuatu jelas mengikuti aturan dan prosedural.
Meskipun
suasana kampus mencekam, tetapi pembelajaran serta aktivitas kantor berjalan
normal. Ini karena UKIT YPTK GMIM diakui oleh pemerintah, dan UKIT ini adalah
milik warga GMIM termasuk para dosen, mahasiswa dan pegawai warga GMIM.
Meskipun sedang dipersoalkan, tetapi kegiatan pembelajaran dan
hubungan-hubungan kemiteraan dengan Pemerintah dan Perguruan Tinggi lainnya,
dalam dan luar negeri, tetap berjalan dengan baik.
Evaluasi dan Refleksi
Berdasarkan
fakta-fakta awal di atas, dihubungkan
dengan beberapa kenyataan sampai kini, maka evaluasi dan refleksi saya sebagai
berikut:
1. Setiap organisasi ada
peraturannya sendiri. Bila kita pikir peraturan itu tidak sesuai dengan
kehendak dan kepentingan kita atau kelompok kita, kita tetap wajib menaatinya
selama peraturan itu belum diubah. Dalam konteks pemilihan ini, yang dipersoalkan
adalah demokrasi bahwa suara terbanyak yang harus dipilih. Padahal pemilihan
dalam konteks ini adalah penjaringan oleh senat, dan yang akan menentukan
adalah BP Yayasan. Merubah peraturan di atasnya (yang ditetapkan oleh BP
Yayasan sesuai dengan Surat Edaran dari lembaga yang di atasnya lagi yaitu
Dirjen Pendidikan Tinggi) dengan melahirkan peraturan baru oleh lembaga di
bawahnya (keputusan Senat Universitas), sangatlah berbahaya bagi keberlanjutan
suatu lembaga yang seharusnya menjadi teladan dalam hal ‘sadar institusi’.
2. Masalah pribadi biarlah itu
diselesaikan secara pribadi. Sungguh sangat berbahaya bila masalah dan
ketakutan pribadi yang berkaitan dengan keterlibatan penyelewengan dana ‘block
grant’ dimanipulasi sedemikian rupa seolah-olah ini soal demokrasi/suara
terbanyak dalam pemilihan rektor. Penyelewengan dana ini kemudian terbukti
setelah 8 tahun diproses (2006-2014) oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(TIPIKOR). Benarlah ungkapan ‘kebenaran dapat disalahkan tetapi tidak dapat
dikalahkan’, ‘ikan busuk tidak dapat ditutupi atau dibungkus dengan bunga
mawar’. Tidak ada orang yang kebal hukum meski berlindung dalam nama institusi
keagamaan/kegerejaan. Andai-andai saya waktu itu. Seandainya pemilihan Rektor
telah dilaksanakan sebelum Februari 2005 yaitu saat sebelum pemilihan BPS GMIM
periode 2005-2010. Seandainya Ketua Sinode GMIM periode 2005-2010 bukanlah
mantan Rektor UKIT. Seandainya dugaan penyimpangan dana block grant di UKIT cepat terungkap tuntas. Seandainya BPS GMIM
tidak mengintervensi kewenangan BP YPTK GMIM., maka UKIT tidak bersoal sampai
sekarang ini.
3. Badan Pekerja Sinode (BPS)
GMIM dapat salah dalam mengambil keputusan bila kepentingan pribadi/kelompok
menjadi pertimbangan. Sangat berbahaya bila para anggota BPS tidak kritis
terhadap pendapat di antara mereka, bila tidak kritis terhadap pemimpin rapat,
bila tidak kritis terhadap Ketua BPS. Sangat tidak demokratis dan apalagi
teologis alkitabiah bila Ketua BPS menjadi penentu jalannya gereja ini.
Akibatnya banyak warga gereja terdiskriminasi dan menjadi korban. Seharusnya
kepemimpinan gereja menjadi teladan berdemokrasi untuk kebaikan, keadilan,
kebenaran dan perdamaian. Seharusnya gereja menjadi rumah tangga kemerdekaan,
rumah bersama yang aman dan penuh cinta kasih.
4. Peserta rapat-rapat
gerejawi tahunan dan periodikal harus tahu persis permasalahan, baru turut
mengambil keputusan. Bahkan sebelum rapat/sidang dilaksanakan sudah tahu asal
usul masalah, akar masalah. Untuk itu, suatu keharusan mencari tahu sendiri
keadaan yang sebenarnya, mendengar para pihak yang dilibatkan dalam
permasalahan itu. Peserta rapat harus netral dulu sebelum menentukan pilihan.
Andaian saya waktu itu: seandainya para peserta rapat-rapat sinodal mau
mendengar dari semua pihak sebelum mengambil keputusan.
5. Sidang Sinode/Rapat-Rapat
Gerejawi dapat salah dalam mengambil keputusan bila tidak mendengar suara warga
jemaat yang menjadi korban kebijakan struktural gereja. Sebelum pelaksanaan
Sidang Majelis Sinode (SMS), para Pekerja GMIM (11 pendeta dan seorang bukan
pendeta)10 membawa dan membagikan
surat kepada para calon peserta sidang, kemudian pada saat Sidang Majelis
Sinode (SMS) bulan Maret 2010 di Tondano Pekerja GMIM ini selama 2 hari berada
di sekitar/di depan tempat pelaksanaan SMS ‘Wale ne Tou Minahasa’ memohon kiranya mereka dapat memberi
pertanggungjawaban di depan Sidang Gerejawi tentang sikap mereka yang berbeda
dengan hasil keputusan BPS (2005) dan keputusan tahunan rapat-rapat sinode
lengkap (2006-2009). Bukankah setiap warga gereja mempunyai kesempatan untuk
‘membela diri’?11 Andaian saya waktu itu: seandainya semua
pihak mau duduk bersama untuk menyelesaikan kemelut ini menurut peraturan yang
berlaku, baik privat maupun publik, berlandaskan KASIH YESUS.
6. Dalam Surat Keputusan
Pemberhentian 11 Pekerja GMIM dimulai dengan pernyataan “Karena Amanat Kasih
dan Karunia Yesus Kristus Kepala Gereja dan Tuhan Dunia” Badan Pekerja Sinode
Gereja Masehi Injili di Minahasa Menimbang ... Mengingat ... Memperhatikan ...
MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERTAMA: Memberhentikan saudara ... sebagai Pekerja
GMIM juga sebagai Pendeta GMIM...” Luar biasa kewenangan BPS. Sangat-sangat
berbahaya bila nama Tuhan Allah kita dijadikan dasar pemberhentian pekerja gereja
dan kependetaan seseorang. Apakah memberhentikan seorang Pendeta dari jabatan
pelayanannya telah dikuasakan kepada BPS GMIM? Apakah para Pendeta (dan seorang
bukan Pendeta) ini telah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan pengakuan
imannya? Apakah tahap-tahap percakapan penggembalaan telah dilakukan?.12
7. Keputusan gerejawi yang
bertentangan dengan hakikat gereja terus dipelihara bahkan disosialisasikan
melalui mimbar gereja dalam ibadah minggu oleh para pejabat dan dosen teologi Yayasan Wenas, sungguh memiriskan. Korban demi
korban berjatuhan. Para lulusan Fakultas Teologi UKIT YPTK GMIM tidak diterima
melamar vikaris Pendeta di gereja di mana mereka dan orangtuanya menjadi
anggota GMIM.13 Akibatnya, banyak
lulusan warga GMIM yang harus membayar sejumlah uang (Rp.10.950.000) untuk
mendapat surat keterangan sebelum mendapat ijazah baru dari UKIT Wenas.14 Hanya dengan cara ini mereka dapat
diterima melamar calon vikaris di gereja di mana ia menjadi anggota. Untuk
menggambarkan perlakuan gereja ini saya pakai kata: Sadis! Miris bergereja
kita. Padahal Tata Gereja GMIM 1999, 2007 mengatur persyaratan penerimaan
vikaris a.l. adalah tamatan dari sekolah teologi anggota Perhimpunan
Sekolah-Sekolah Teologi di Indonesia (PERSETIA) dan the Association for Theological
Education in South East Asia (ATESEA). Bukankah sampai kini F.Teol UKIT YPTK
GMIM adalah anggota PERSETIA dan ATESEA? Fakultas Teologi UKIT YPTK GMIM baru
saja diakreditasi kembali (Re-Accreditation Status oleh ATESEA untuk masa
November 2013-November 2017). Lagi-lagi peraturan yang lebih rendah (keputusan
sidang sinode dan rapat-rapat tahunan) menganulir peraturan dasarnya yaitu Tata
Gereja. Kalau demikian, siapa yang tidak sadar institusi?15
8. Sangat jelas bahwa awal
mula konflik ini ada dalam tubuh GMIM yaitu Ketua BPS dan BPS GMIM periode
2005-2010 itu sendiri.16
Masalah pribadi telah dibawa dan diambil alih oleh GMIM melalui BPS dan
Sidang/Rapat-rapatnya, lalu mulai mengambil keputusan-keputusan sepihak dengan
mengorbankan banyak orang yang tidak bersalah, dengan mengangkangi hakikat
dirinya dalam bergereja, bahkan mengambil alih hak Kepala Gereja. Akar masalah
ada di sini, bukan di UKIT YPTK GMIM mulai 12 Desember 2005 yaitu saat
pelantikan dan pengangkatan sumpah dan janji Rektor periode 2005-2009. UKIT
YPTK GMIM bukan pembangkang, bukan penyesat, bukan tidak sadar institusi. Kami
hanya mau menegakkan kebenaran dalam bergereja. Masakan institusi gereja kita
biarkan menjadi lembaga kekerasan struktural. Masakan hak-hak warga gereja
untuk bersuara mengkritisi institusi gereja dicap pembangkang dan penyesat.
Masakan hak-hak warga gereja menjadi calon pelayan khusus pendeta ditutup.
9. Setelah hampir 10 tahun,
baru ada orang yang berani menyatakan bahwa kesalahan ada dalam tubuh pimpinan
gereja pada periode 2005-2010.17 Bahkan
memohon maaf atas kesalahan lembaga ini. Orang yang berani itu adalah Ketua
BPMS GMIM periode 2014-2018, Pdt. Dr. H.W.B. Sumakul didampingi oleh Sekretaris
BPMS GMIM periode 2014-2015, Pdt. Hendry C.M. Runtuwene, STh, MSi. Semoga keberanian
ini, yang dinyatakannya secara tulus dalam pertemuan dengan para dosen UKIT
YPTK GMIM, dapat diterima oleh semua warga gereja, mulai dari para pendeta
yang turut dalam kekerasan struktural
gerejawi selama dua periode (2005-2010, 2010-2014). Pengakuan dan pernyataan
atas kesalahan, dan memohon maaf atas kesalahan lembaga gereja di masa lampau,
sungguh mulia. Ada pengampunan, memberi maaf. Inilah substansi rekonsiliasi itu
sendiri.18 Ada pengakuan, dan ada
pengampunan. Kami menunggu pernyataan lisan Ketua BPMS ini ditulis untuk
diketahui oleh semua anggota jemaat GMIM.
10. Gereja yang memulai, maka
gereja bertanggungjawab menyelesaikannya. Gereja yang memulai persoalan ini ke
ranah hukum, maka gereja harus tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku.19 Kebenaran dan keadilan berjumpa dalam
kasih yang merangkul semua orang, terutama mulai dari yang selama ini menjadi
korban.
Penutup
Saya ingin
menutup tulisan ini dengan mengutip Yehezkiel 36 : 26, 27 dan 37:14.
“Kamu akan kuberikan hati yang baru, dan roh yang
baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan
Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu
dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan
melakukannya.” Dan “Aku akan memberikan Roh-Ku ke dalammu, sehingga kamu hidup
kembali dan Aku akan membiarkan kamu tinggal di tanahmu. Dan kamu akan
mengetahui bahwa Aku, TUHAN, yang
mengatakannya dan membuatnya, demikianlah firman TUHAN.”
Tomohon, 5 Februari 2015.
* Penulis adalah Mantan Ketua Panitia Penjaringan Rektor
dan Pembantu Rektor UKIT, dan Ketua Panitia Pemilihan Rektor dan Pembantu
Rektor UKIT, 2005, Dekan Fakulas Teologi UKIT.
1 Tulisan pertama berjudul “Demokrasi di UKIT?”,
tertanggal 20 Maret 2006. Sebagai mantan Ketua Panitia Penjaringan dan
Pemilihan Rektor tahun 2005, saya
menulis tentang proses dan pelaksanaan
pemilihan Rektor. Waktu itu tulisan ini dipublikasikan secara bersambung
melalui Harian Komentar tanggal 23, 24, 25, 27 Maret 2006. Tulisan kedua
berjudul “UKIT dan GMIM”, yang ditulis pada 30 Desember 2007 – 2 Januari 2008.
Tulisan ini dipublikasikan secara bersambung melalui Harian Komentar tanggal 5,
7, 8, 9, 11, 12 Januari 2008, dan dalam Majalah Kampus Fakultas Teologi UKIT
‘Inspirator’ edisi Desember 2007 – Februari 2008. Tulisan ketiga berjudul
“Catatan Reflektif tentang Pemberhentian 11 Pekerja GMIM”, yang ditulis pada 4
November 2010.
2 Genting dan mencekam, karena sepanjang tahun 3 tahun
terjadi kekerasan struktural yang dilakukan oleh Badan Pekerja Sinode GMIM
bersama Yayasan Ds. A.Z.R.Wenas. Lihat Surat Yayasan AZR Wenas Bidang
Pendidikan Tinggi Nomor : 030/YW-PT/VIII-2006 tanggal 25 Agustus 2006; Surat
Keputusan Rektor UKIT Yayasan Ds.AZR Wenas Nomor: 003/SK-91005/IX-2006 tentang Pemberhentian
dan Pengangkatan Dekan Fakultas Teologi UKIT tanggal 07 September 2006; Surat
Yayasan GMIM Ds.AZR Wenas Nomor : 12/YW/K/I-2007 tanggal 29 Januari 2007; Surat
BPS GMIM Nomor : B. 286.1, B.286.2 dst tanggal 5 Maret 2007; Surat BPS GMIM
Nomor : K.379/PPD.I.1/3-2007 tanggal 8 Maret 2007; Surat BPS GMIM Nomor : K.1237/PPD.I.1/9-2007
tanggal 4 September 2007; Surat BPS GMIM Nomor: B. 633 tanggal 3 Nopember
2008).
3 Surat Rektor UKIT Nomor: 367/91005.AU/VII/2005 tanggal
20 Juli 2005 hal Pengajuan Calon Rektor dan Pembantu Rektor I, II dan III UKIT
Terpilih; Surat Keputusan Badan Pengurus Yayasan Perguruan Tinggi Kristen GMIM
Nomor: 443/SK-E/YPTK/XI/2005 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Rektor
Universitas Kristen Indonesia Tomohon tanggal 12 November 2005; Berita Acara
Pelantikan Rektor Universitas Kristen Indonesia Tomohon Nomor:
20/KPTS/YPTK/XII/05 tanggal 12 Desember 2005; Surat Dekan Fakultas Teologi UKIT
Nomor: 1584/091005/VII/2006 tanggal 12 Juli 2006 yang ditujukan kepada Para
Alumni Fakultas Teologi UKIT; Surat dari
16 dosen Fakultas Teologi UKIT yang ditujukan kepada BPS GMIM tanggal 29
Januari 2007; Surat Kesepakatan Bersama tanggal 14 Maret 2007 pukul 20.50 yang
ditanda-tangani oleh Pimpinan UKIT Produk YPTK GMIM dan Pimpinan UKIT Produk
Yayasan GMIM Ds.AZR Wenas, bertempat di Mapolsek Tomohon seusai pertemuan yang
dipimpin oleh Kapolres Tomohon yang dihadiri juga oleh perwakilan mahasiswa DEM
UKIT; Surat Kesepakatan Bersama tanggal 15 Maret 2007 jam 19.30, yang ditanda
tangani oleh Pimpinan UKIT Produk YPTK GMIM, Pimpinan UKIT Produk Yayasan GMIM
Ds. A.Z.R.Wenas, Muspida Kota Tomohon : Walikota, Kapolres, Dandim 1302
Minahasa, Kajari Tomohon, Ketua Pengadilan Negeri Tondano, Ketua DPRD Tomohon;
Berita Acara Penyerahan Kunci Kantor UKIT tanggal 15 Maret 2007 dari Bid.
Akademik, Pdt. Ny. J.P. Pinontoan-Setlight, MTh dari Pembantu Rektor/ Atas Nama
Rektor kepada Atas nama Kapolres Tomohon, AKP T.Salawati/Kabag.Ops.; Majalah
Triwulan Inspirator edisi Desember 2007-Februari 2008, halaman 5-19.
4 Ketua: Pdt. A. Kapahang-Kaunang, MTh, Sekretaris :
Drs.Ferri W.Muaja, Anggota: Meidy Tinangon,S.Si, Drs O.B.Sumual, Karel Wowor,
SH, Cornelius Kanter, Gysbert F. Saroinsong.
5 Hasil pemilihan untuk calon para Pembantu Rektor
adalah sbb: Calon Pembantu Rektor 1: Pdt. K.A. Kapahang-Kaunang, MTh (14
suara), Pdt. J.P.Pinontoan-Setlight, MTh (10 suara). Pembantu Rektor II: Dra.
Joula S.Kalangi, MSi (23 suara), Pdt. K.Pangau-Sumampouw, M.Teol (3 suara).
Pembantu Dekan III: Drs. Karno S. Rumondor (14 suara), Ir. Ferry J. Mailangkay
(4 suara). Yang menjadi Pembantu Rektor
1 adalah Pdt. J.P.Pinontoan-Setlight,MTh; Pembantu Rektor II, Dra. Joula
S.Kalangi, MSi; Pembantu Rektor III, Ir. Ferry J.Mailangkay
6 Seandainya pemilihan Rektor dilaksanakan sebelum
pemilihan BPS GMIM, pasti situasi dan masalah tidak seperti sekarang ini.
7 BP YPTK GMIM periode 2005-2010. Ketua, Ir. Royke
Roring, MSi, dan Sekretaris BP YPTK
GMIM, Pdt. H.W.B.Sumakul, ThM, PhD.
8 Yayasan Perguruan Tinggi Kristen GMIM, Yayasan
Pendidikan dan Persekolahan GMIM, Yayasan Kesehatan GMIM, Yayasan Sosial
Ds.A.Z.R.Wenas GMIM, Yayasan Pekerja GMIM, Yayasan Komunikasi GMIM.
9 Pada periode ini, tema pelayanan GMIM adalah
“Berubahlah oleh Pembaharuan Budimu”.
10 Mereka adalah Dra. Magdalena Tangkudung (Ny. Kumaat),
Pdt. Lientje Kaunang, DTh (Ny. Pangaila), Pdt. Johanna P. Stelight, MTh (Ny.
Pinontoan), Pdt. Helena J. Tandiapa, MTeol (Ny. Rumajar), Pdt. Vera E.Burhan,
MTeol (Ny. Lintong), Pdt. Vera Loupatty, MTeol (Ny.Solung), Pdt. Marhaeni L.
Mawuntu, STh, MSi (Ny. Tumiwa), Pdt. Telly Dj.Momongan, Th.M (Ny Mewengkang), Pdt. Karolina A. Kaunang,MTh (Ny.
Kapahang), Pdt. Marthin Supit, ThM, Pdt. Laurens J. Politton,STh. Kami
merasakan perlakuan tidak adil yang berlipat-lipat. Diberhentikan karena
bekerja di kampus UKIT YPTK GMIM. Lalu mengapa hanya kami 11 orang? Mengapa
teman-teman kami lainnya yang sama-sama bekerja di kampus UKIT YPTK GMIM, tidak
diberhentikan?
11 Tentang hal ini baca tulisanku ‘Catatan Reflektif tentang Pemberhentian 11
Pekerja GMIM’, dan catatan kaki 103 dalam artikelku ‘Kumawus dan Keramahtamahan
Allah’ dalam buku Penghormatan 80 Tahun Pdt.Prof.Dr.Wilhelmus Absalom Roeroe,
2013, hlm.149-150
12 Lihat Tata Gereja GMIM 2007, Peraturan tentang
Penggembalaan, Penilikan dan Disiplin Gerejawi Bab III Pasal 5 Ayat 1.
13 Sementara itu, para lulusan yang melamar vikaris di
gereja-gereja seperti KGPM, GMIBM, GMIST, GERMITA, GPM, GKI Irja, GPI Papua,
GKST, GKLB, GPID diterima. Juga para lulusan diterima melamar dan menjadi
Pegawai Negeri Sipil.
14 Bukankah mengganti ijazah adalah perbuatan kriminal?
Ada pula tamatan YPTK GMIM, demi diterima menjadi vikaris GMIM, ia harus
mendaftar di UKIT Yayasan Wenas dengan membayar sekian jumlah uang, mengikuti
kuliah satu semester, atau hanya ujian ulang dari skrispi yang telah diuji dan
lulus di UKIT YPTK GMIM, diwisuda kembali dengan biaya yang mahal (lebih besar
dari biaya wisuda di UKIT YPTK GMIM).
Kuasa dan uang sedang bermain di sini. Mugkin benar ungkap seorang teman
yang bukan warga GMIM, kira-kira begini : ‘wah...GMIM hebat dalam menata
keuangan gereja, tetapi...maaf...menurut saya GMIM sedang menuju mamonisme’
(percakapan di Makassar tahun 2008). Bahkan ungkap seorang petinggi kopertis
‘mau dibawa kemana gereja ibu-ibu ... ?’ (saat urusan penyelenggaraan akademik hendak diatur dengan menunjukkan
sejumlah uang).
15 Dalam banyak kesempatan, dalam tulisan, komentar di
facebook, UKIT YPTK GMIM dicap tidak sadar institusi karena mengkritisi
kebijakan/keputusan gereja di bidang pendidikan tinggi. Apa yang dimaksud dengan
‘sadar institusi’? Bagi saya mengkritisi adalah salah satu bentuk sadar
institusi, agar institusi berjalan benar. Dampak dari stigmatisasi tidak sadar
institusi ini, a.l. kami tidak boleh memimpin ibadah di jemaat-jemaat. Hanya
beberapa ketua jemaat yang berani berkenan mengundang kami untuk memimpin
ibadah di jemaatnya. Ada teman dosen
yang sudah siap memimpin ibadah menyambut Natal di salah satu jemaat di wilayah
Likupang, batal. Ada pula seorang teman dosen yang sudah siap membawakan
seminar tentang Logo GMIM di wilayah Minawerot, pada waktunya diganti oleh
orang lain. Sungguh miris, pengalaman
korban kekerasan struktural selama ini.
16 Hal ini kemudian diakui oleh Ketua BPMS GMIM periode
2014-2018, Pdt. Dr. H.W.B.Sumakul dalam pertemuan antara Ketua dan Sekretaris
BPMS GMIM dengan para dosen UKIT YPTK
GMIM, bertempat di Ruang Rapat UKIT YPTK GMIM pada hari Senin, 26 Januari 2015.
Dan dalam pertemuan BPMS GMIM dengan BP YPTK GMIM, Rektorat, Dekanat, Pimpinan
Prodi UKIT YPTK GMIM dan BP Yayasan Ds.A.Z.R.Wenas GMIM, Rektorat, Dekanat,
Pimpinan Prodi UKIT Wenas yang berlangsung di Aula UKIT YPTK GMIM pada hari
Kamis, 29 Januari 2015, Ketua BPMS GMIM menyatakan bahwa pengakuan itu menjadi
hutangnya sebelum itu dinyatakan secara tertulis dan diumumkan secara luas.
Masih banyak waktu untuk menyelesaikan hutangnya. Bila sampai bulan Maret 2018,
hal itu tidak dilakukannya maka itu akan menjadi hutangnya seumur hidup.
17 Syukurlah Ketua Badan Pekerja Majelis Sinode (BPMS)
GMIM terpilih periode 2014-2018, Pdt. H.W.B.Sumakul, PhD dalam Sidang Majelis
Sinode (SMS) Maret 2014 bertempat di Auditorim Bukit Inspirasi Tomohon
mengambil keputusan untuk melanjutkan rekonsiliasi yang diamanatkan oleh SMS
Maret 2010. Babak baru jalan rekonsiliasi terbuka . Tindak lanjut keputusan ini
ia mulai dengan kunjungan dan percakapan selaku Ketua BPMS didampingi Sekretaris BPMS, Pdt. Hendry
C.M.Runtuwene,STh,MSi dengan para dosen
Fakultas Teolopgi UKIT pada hari senin, 26 Mei 2014, bertempat di Ruang
Dosen. Kunjungan ini dilakukan setelah
pada tanggal 7 April 2014 (subuh) beberapa dosen (Lientje Kaunang, Johanna
Setlight, Helena Tandiapa, Vera Loupatty, Augustien Kaunang) berkunjung ke
kediamannya Ketua di pastori jemaat
Baitlahim Talete, untuk memberi ucapan selamat atas terpilihnya beliau, dan
mengapresiasi dan memberi dukungan atas keberaniannya mengambil keputusan untuk
‘rekonsiliasi’ dilanjutkan. Salah satu point penting yang disampaikannya dalam
pertemuan tanggal 26 Mei 2014 ialah menerima dan mengakui YPTK GMIM sebagai bagian
dari GMIM. Kemudian diikuti dengan pertemuan-pertemuan selanjutnya. Ketua
menghadiri dan memberi sambutan dalam acara Peluncuran Buku Penghormatan 75
Tahun Pdt. Prof.Dr. J.A.B. Jongeneel, SH yang berjudul ZIARAH DALAM MISI, yang
dilaksanakan di Aula UKIT pada tanggal 28 Mei 2014. Salah satu pernyataan
penting yang beliau sampaikan ialah ’saya berada di sini untuk mempercepat
reunifikasi UKIT. Berturut-turut dilaksanakan pertemuan percakapan bertempat di
kantor sinode yaitu tanggal 27 Agustus 2014 dengan semua dosen UKIT YPTK GMIM,
kemudian pada tanggal 4 Oktober 2014 pertemuan percakapan dengan perwakilan
Rektorat/Dosen UKIT YPTK GMIM dan Yayasan Wenas.Yang hadir dari YPTK GMIM ialah
Pdt.Dr.R.A.D.Siwu, Ir.Ferry John Mailangkay, Pdt.Drs.Gills E.W.Kumaat, STh.MSi,
Pdt.Dr.Jonely Ch.Lintong, Pdt.Dr.Karolina Augustien Kaunang. Dalam dua pertemuan ini, kami menyampaikan
kerinduan yang selama ini tidak pernah berubah ialah ‘rekonsiliasi’. Rentetan
percakapan ini, menghasilkan undangan BPMS kepada UKIT YPTK GMIM untuk
menghadiri Pembukaan SMS Tahunan pada
tanggal 7 Oktober 2014 di Kawangkoan. Inilah kali pertama, UKIT YPTK menghadiri
sidang gerejawi setelah hampir 10 tahun. Utusan UKIT YPTK GMIM adalah Pdt.Prof.Dr.W.A.Roeroe, Pdt.
Dr.R.A.D.Siwu, MA,PhD, Pdt.Dr.Jonely Ch.Lintong, Pdt. Karolina Augustien
Kaunang, Ir.Ferry John Mailangkay. Pada
tanggal 25 November 2014 diadakan pertemuan percakapan BPMS dengan para utusan
YPTK GMIM dan Yayasan Wenas masing-masing 10 orang dosen sesuai dengan nama
yang tertera dalam undangan. Dari YPTK
GMIM hadir hanya 8 orang : Pdt. Dr. R.A.D.Siwu, Dra Joula Kalangi,MSi, Elsye
Lintong, SE, MSi, Pdt. Lientje Kaunang,D.Th, Pdt. Helena Tandiapa, MTeol, Pdt.
Johanna Setlight, MTh, Pdt.Dr.Augustien Kaunang. Dua orang tidak hadir. Selanjutnya diadakan percakapan khusus dengan
Rektorat dan Pembina/Pengurus YPTK GMIM yaitu Pdt.Prof.Dr.W.A.Roeroe, Prof.Dr.
Dicky Walalangi, Ir.Ferry John Mailangkay, Pdt.Dr.R.A.D.Siwu, Sonny Untu, MSi,
Dra.Joula Kalangi,MSi, Denni H.R.Pinontoan, MTeol, pada tanggal 10 Desember 2014. Hari Selasa, 16 Desember 2014 diadakan ibadah
menyambut Natal bersama BPMS GMIM, Sivitas UKIT YPTK GMIM, Sivitas UKIT Yayasan
Wenas GMIM, bertempat di Auditorium Bukit Inspirasi Tomohon. Hari senin, 26
Januari 2015, Ketua dan Sekretrais BPMS bertemu dengan para dosen UKIT YPTK
GMIM di Ruang Pertemuan UKIT YPTK GMIM , dan pada hari kamis, 29 Januari 2015
pertemuan percakapan BPMS GMIM dengan Pengurus YPTK GMIM,
Rektorat,Dekanat,Pimpinan Program Studi, Pengurus Yayasan Wenas, Rektorat,
Dekanat, Pimpinan Prodi., bertempat di Aula UKIT YPTK GMIM. Salah satu
keputusan dalam pertemuan ini ialah Ibadah Syukur Dies Natalis ke-50 UKIT,
tanpa memakai atribut akademik, pada
tanggal 20 Februari 2015 akan dirayakan bersama bertempat di gedung gereja Sion
Tomohon. Tempat pelaksanaan ini diusulkan oleh Pdt.Prof.Dr.W.A.Roeroe. Katanya
‘di gereja Sion itu, UKIT ditahbiskan 50 tahun silam’.
18 Rekonsiliasi adalah istilah gereja. Tuhan Allah mengasihi kita orang yang
berdosa. Kita yang berdosa ini dikasihi-Nya, ada pendamaian. Jadi rekonsiliasi
haruslah rekonsiliasi gerejawi, bukan
rekonsiliasi politik ‘win win solution’ ungkap Pdt. Prof.Dr. W.A.Roeroe dalam
beberapa pertemuan terakhir ini dengan Ketua dan Sekretaris BPMS GMIM. Bila substansi rekonsiliasi sudah jelas, maka
hal-hal teknis akan mengalir dengan deras, seperti penyatuan pembelajaran, dan
hal-hal manajerial.
19 Dalam pertemuan di Kantor Sinode pada tanggal 25
November 2015, antara BPMS GMIM dengan perwakilan dosen UKIT YPTK GMIM dan dosen
UKIT Wenas, Ketua BPMS menegaskan bahwa “apa yang diputuskan oleh pemerintah,
itu yang diamankan gereja’. Ketegasan ini disampaikannya kembali pada pertemuan
terakhir di Aula UKIT, 29 Januari 2015.
Selumbar dimata saudaramu kau publikasikan disini, balok dimatamu...?
BalasHapus