Kamis, 09 Juli 2015

PEREMPUAN dan POLITIK, 2004

GEREJA dan POLITIK
 Kedudukan dan peran perempuan dalam menghadapi Pemilu*

  oleh Pdt.Augustien Kapahang Kaunang


1. Pengertian
Politik berasal dari kata bahasa Yunani yaitu polis yang secara hurufiah berarti benteng lalu berarti kota, kemudian berarti negara /negara kota (Verkuyl,1967:69, Sirait,2001:22). Dari asal usul kata ini dikembangkanlah berbagai pengertian tentang politik. Pdt.Dr.A.A.Yewangoe mengartikan politik sebagai :
-          seni memerintah untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendirikan negara. Dalam pengertian inilah orang berbicara tentang “politik praktis”.
-          kemauan bersama untuk membangun dan memlihara polis,
-          suasana di mana setiap orang yang berkehendak baik dapat saling membina dan membangun dirinya masing-masing bagi kesejahteraan polis itu sendiri,
Atas dasar tiga pengertian di atas ini, maka setiap orang Kristen harus terlibat dalam politik. Keterlibatan orang Kristen dalam politik adalah suatu panggilan (Yewangoe, 2002:162).
Orang Kristen  di Indonesia sebagai komunitas orang-orang yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan ( dalam bahasa Yunani“Kurios” atau dalam bahasa Ibrani “Mesias”)  mempunyai hak dan kewajiban serta peran yang sama dengan sesama warga negara di bumi Indonesia ini, biarpun secara nasional kita minoritas (band. Singgih  dalam Berjalan dengan Allah, 2003:28,29).


2.  Latar Belakang Permasalahan
Mengapa kedudukan dan peran perempuan dalam Pemilu 2004 ini menjadi salah satu pokok percakapan kita dalam Konsultasi Etika Poltik yang diselenggarakan oleh GMIM ?
Hemat saya, ada  tiga alasan utama.
Pertama, Perempuan sebagai manusia Gambar Allah di bumi ini (bersama dengan kaum laki-laki), mayoritas masih diposisikan dan atau memposisikan (diri) untuk hal-hal tertentu, seperti a.l. bekerja atau berkarya di dapur, rumah, rumah sakit, pelayan toko/restoran, usaha-usaha karitatif, resepsionis di kantor-kantor, sekretarisnya bos di perusahaan.
Kedua, Perempuan adalah kaum mayoritas yang mengalami kehidupan yang tidak layak, seperti menjadi korban kekerasan, perdagangan (trafiking). Data yang dihimpun oleh LSM Swara Parangpuan berdasarkan berita media massa di Sulawesi Utara ini menyebutkan bahwa kekerasan terhadap perempuan dari tahun 2002 ke tahun 2003 meningkat. Tahun 2002 terlapor 376 kasus, Januari-Juni 2003 terlapor 314 kasus. Trafiking dapat melalui cara direkrut, dikumpulkan, dikirim, dipekerjakan dengan tujuan eksploitasi (pemerasan, penghisapan) untuk suatu pekerjaan tertentu maupun untuk suatu pekerjaan dalam kegiatan seks komersial. Trafiking juga bisa terjadi tanpa dikirim keluar daerah/negeri, dan hanya terjadi dalam desa/kota/daerah sendiri juga di kampus bahkan tak terkecuali dalam dan oleh keluarga sendiri. (Hal yang terkahir ini, diungkapkan oleh beberapa peserta dalam acara Seminar dan Lokakarya menyongsong ditetapkannya Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Pemberantasan Trafiking Perempuan dan Anak di Provinsi Sulawesi Utara pada hari Kamis, 20 November 2003, juga oleh para peserta Pendidikan Pemilih Bagi Perempuan, 29 Februari – 2 Maret 2004).
Ketiga, Menurut para feminis umum dan khusus (teolog feminis dari berbagai agama), salah satu penyebab perempuan masih terus didiskriminasikan, disubordinasikan dan terpinggirkan dalam kehidupan bermasyarakat selama ini ialah faktor agama, maksudnya ajaran/dogma agama-agama (band. Laporan Pertemuan Feminis Antar Agama, 1998, juga Tulisan-tulisan dalam Lokakarya Penulisan Teologi Feminis, 2003). Tentu dalam konteks kita maksudnya ialah dogma gereja-gereja. Mengapa demikian ? Bukankah dogma gereja-gereja dilandaskan pada Alkitab ? Ada apa dengan Alkitab kita ? Alkitab yang dalam iman, kita percaya sebagai Firman Allah, namun kita tahu juga bahwa Alkitab sebagai suatu karya sastra dari umat Yahudi dan orang Kristen mula-mula, lahir dari suatu konteks yang patriarkhis. Kaum laki-laki yang mengatur, memerintah dan menguasai tata hidup berkeluarga, berumat dan bermasyarakat (band. Rowe & Schofield, 2001: 8). Sebab itu, tidaklah heran bila peran dan kepentingan kaum perempuan sangatlah kurang ditulis dalam alkitab.  Dalam kata lain, Alkitab sebagai suatu karya sastra telah turut menyebarkan tata masyarakat partiarkhis (kalau  bukan turut melegalkannya).  Dan lebih parah lagi, dalam sejarah kekeristenan/sejarah gereja sampai kira-kira pertengahan abad XX, orang Kristen menafsirkan dan melahirkan dogma-dogma yang kemudian menjadi  “taurat baru”  dalam bentuk Peraturan-peraturan  dan kebijakan-kebijakan gereja-gereja.  Dogma gereja-gereja yang seharusnya a.l mengungkapkan kemuliaan Tuhan (doxology)  dan untuk kebaikan, keadilan , kesederajatan manusia laki-laki dan perempuan yang adalah Imago Dei (Gambar Allah), tidak dibuat olehnya.  Hal ini berdampak. dalam hal kepemimpinan/kepelayanan gereja-gereja, di mana kaum perempuan masih berada di pinggiran, padahal kaum perempuan yang paling aktif dalam menjalankan tugas-tugas gereja yaitu bersaksi, bersekutu dan berdiakonia. Perempuan baru berada pada tataran pelaksana, belum sebagai pengambil keputusan strategis dalam komunitas bersama laki-laki dan perempuan.

3. Dasar dan Refleksi Teologis
Walaupun memang Alkitab lahir dan ditulis dalam bingkai patriarkhis, tokh terdapat celah-celah yang saya yakin ini adalah pekerjaan Roh Kudus untuk melihat kehendak Tuhan Allah yang sesungguhnya mengenai kedudukan dan peran perempuan dalam kesederajatan dan kebersamaan dengan laki-laki. Beberapa celah dimaksud a.l. ialah :
-          Manusia diciptakan oleh Allah untuk mengusahakan dan memelihara bumi ini (Kej. 2:15, band. Kej. 1:26-28, Kej. 2:18). Tuhan Allah memberi mandat kepada manusia untuk menata tempat tinggalnya : kotanya, negaranya; dan dengan demikian manusia sendiri yang menata hidupnya. Umat Tuhan harus bertanggung jawab atas keamanan, ketertiban, kesejahteraan bersama berdasarkan pedoman hidup yang diberikan Tuhan Allah. Pedoman hidup itu kita kenal dengan Decalog (10 Hukum Tuhan). Atas dasar teologis ini, setiap orang (perempuan dan laki-laki) terpanggil untuk terlibat dalam proses penataan hidup bersama sesuai kehendak-Nya. Penataan hidup bersama ini yang oleh negara kita dipercayakan kepada lembaga legislatif sebagai pembahas dan pengambil keputusan terakhir atas berbagai aturan, program dan anggaran yang dirancang oleh eksekutif.
-          Perempuan dalam kiprahnya di bidang politik praktis, dapat belajar dari Debora, Wasti dan Ester. Debora sebagai seorang nabi dan juga seorang hakim/pemimpin umat pada masanya, menjalankan tugas sesuai dengan kehendak Tuhan. Wasti sebagai isteri raja berani menolak perintah raja yang adalah suaminya sendiri, sebab kecantikannya bukan untuk dipertontonkan kepada khalayak ramai. Ester sebagai seorang isteri raja, dapat mempengaruhi keputusan suaminya  yaitu untuk keselamatan orang lain. Debora adalah contoh bagi kita untuk tidak lagi berpemahaman bahwa hanya laki-laki yang dapat menjadi pemimpin. Sedangkan Wasti dan Ester adalah contoh yang baik untuk kaum perempuan yang cantik, pejabat (eksekutif, legislative, yudikatif) dan  isteri seorang pejabat untuk memperjuangkan harkat dan martabat kaum perempuan serta untuk keselamatan bangsa.
Dorongan dan sokongan bagi kaum perempuan yang mampu (secara kualitas bukan uang) dan mau berkarya di bidang politik praktis harus kita berikan tempat seluas-luasnya dan sebesar-besarnya (bukan sekedar memenuhi quota minimal 30%). Kaum perempuan yang mampu dan mau, beranilah menyatakan kebenaran, keadilan dan kejujuran untuk kebaikan semua orang tanpa diskriminasi. Perbaiki citra buruk tentang politik seperti yang selama ini kita dengar, agar polis kita menjadi tempat yang indah dalam memaknai kehidupan yang Tuhan berikan, dan agar kegiatan politik menjadi arena pelayanan yang halal bagi siapapun yang bertalenta di bidang ini.
-          Ulangan 30:11-29  yang berisi perintah Tuhan kepada umat Israel melalui Musa tentang hal memilih. Bagian ini berada di bawah judul besar Perjanjian dengan Allah diperbaharui (mulai pasal 29). Siapakah yang dimaksud dengan umat Israel? Pasal 29:ll dan 18, secara eksplisit menyebut perempuan juga sebagai alamat dari Firman Tuhan ini. Menarik sekali, bahwa Perjanjian dengan Allah ini berisi Firman Tuhan kepada semua orang tanpa pandang jenis kelamin, status sosial, umur dan bangsa agar menggunakan kesempatan untuk memilih. Ada dua pilihan yang diperhadapakan, yaitu kehidupan atau keberuntungan  dan kematian atau kecelakaan (ayat 15) atau dalam ayat 19 : kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Masing-masing pilihan punya hakikat dan akibatnya. Memilih kehidupan atau keberuntungan atau berkat berarti hidup menurut kehendak Tuhan dan akan lanjut umur serta diberkati Tuhan di mana saja. Sedangkan  memilih kematian atau kecelakaan atau kutuk berarti berpaling dari Tuhan, menyembah allah lain dan tidak akan lanjut umur bahkan akan binasa. 
Biarpun Tuhan melalui Musa memberi pilihan untuk dipilih oleh umat, namun Tuhan yang menginginkan agar manusia tetap hidup yang diberkati, maka ada ajakan untuk memilih kehidupan, supaya engkau dan keturunanmu hidup di tanah tempat tinggalmu.
Luar biasa bagian alkitab ini. Allah sangat menghormati hak azasi manusia. Manusia diberi kesempatan untuk memilih sendiri apa yang ia mau terjadi dalam hidupnya. Tidak ada unsur paksaan. Yang ada ialah unsur pendidikan. Allah mendidik manusia untuk dapat mengambil keputusan tentang hidupnya dan keturunannya. Allah tidak menghendaki manusia bermasa bodoh tentang hidupnya. Apapun yang akan dipilih manusia, hendaklah dilakukan dengan penuh kesadaran.
            Memilih kehidupan, keberuntungan dan berkat, kiranya menjadi pilihan orang
            percaya.


4. Komitmen
    Perempuan sebagai Hawa yang berarti Ibu dari segala yang hidup, hendaknya memilih kehidupan. Menghadapi Pemilu nanti, kiranya pilihan kita akan jatuh pada memilih kehidupan, memilih calon legislatif (DPRD Kota/Kabupaten, DPRD Provinsi, DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden serta Partai Politik yang memperjuangkan kehidupan kaum perempuan dan anak-anak yang masih sampai sekarang paling banyak mengalami diskriminasi dan kekerasan.
    Makin banyak kaum perempuan menggunakan hak dipilih dan memilih, makin besar dan kuat suara perempuan diserukan untuk menentukan perubahan (lihat Poster yang diterbitkan oleh Biro Pelayanan Wanita PGI-Sekretariat Jaringan Mitra Perempuan KWI dan United Nations Development Programme). 
 
5. Penutup                
Puji Tuhan, ada kesempatan yang indah untuk duduk bersama perempuan dan laki-laki terutama dengan para calon legislatif dan aktivis partai politik dalam membicarakan Gereja dan Politik. Apalagi  hari ini, 8 Maret, secara internasional, kaum Perempuan merayakan Hari Perempuan Sedunia. 

Referensi :
Laporan Pertemuan Feminis Antar Agama, Yogyakarta, 23-25 Juli 1998, yang diselenggarakan   oleh Kelompok Perempuan Sadar Dan Institut Dialog Antar Iman.

Lokakarya  Penulisan Teologi Feminis, Yogyakarta, 12-15 Mei 2003., yang diselengarakan oleh Pusat Studi Feminis Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana.

Pendidikan Pemilih Bagi Perempuan, Kinilow-Tomohon, 29 Februari – 2 Maret 2004., yang diselenggarakan oleh Biro Pelayanan Wanita PGI – Sekretariat Jaringan Mitra Perempuan KWI yang didukung oleh United Nations Development Programme.

Rowe & Schofield, Sejarah Pemikiran Politik Yunani & Romawi. Diterjemahkan oleh Hermanto,Setyo;    Ananda,Aris; Budi Santoso, Tri Wibowo. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001.
        
Seminar dan Lokakarya Menyongsong Ditetapkannya Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Pemberantasan Trafiking Perempuan dan Anak di Provinsi Sulawesi Utara, Manado, 20 November 2003, yang diselenggarakan oleh PKK Provinsi Sulawesi Utara.

Singgih, E.G., “Dasar Teologis Bagi Kegiatan Politis Orang Kristen di Indonesia Menjelang Pemilu 2004”, dalam  Kapahang-Kaunang, Augustien; Tampi,Piet; Supit, Marthin; Pangaila-Kaunang,Lientje (penyunting), Berjalan Dengan Allah. Buku Peringatan 40 Tahun Fakultas Teologi  Universitas Kristen Indonesia Tomohon 1962-2002. Tomohon: Lembaga Telaah Agama dan Kebudayaan, 2003.

Sirait, Saut, Politik Kristen di Indonesia. Suatu Tinjauan Etis. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.

Verkuyl, J., Ras Bangsa Geredja Negara Etika Politika. Djakarta : Badan Penerbit Kristen, 1967.

Yewangoe, A.A.,  Agama-Agama dan Kerukunan. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2002

                                                                                              Tomohon, 6 Maret 2004

* Disampaikan dalam Konsultasi Etika Politik yang diselenggarakan oleh Sinode GMIM, bertempat di gedung GMIM Sentrum Manado, 8 Maret 2004. Materi ini merupakan pengembangan materi yang berjudul “Politik dan Perempuan” yang dimuat dalam Tabloid Mimbar Bersama, No.75 Tahun II,  20-26 Desember 2003 dan dalam Tabloid Dimensi edisi 4 Minggu IV Februari 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar