Kedudukan dan peran
perempuan dalam menghadapi Pemilu*
oleh Pdt.Augustien Kapahang Kaunang
1. Pengertian
Politik berasal dari kata bahasa
Yunani yaitu polis yang secara hurufiah berarti benteng lalu
berarti kota, kemudian berarti negara /negara
kota (Verkuyl,1967:69, Sirait,2001:22). Dari
asal usul kata ini dikembangkanlah berbagai pengertian tentang politik.
Pdt.Dr.A.A.Yewangoe mengartikan politik sebagai :
-
seni memerintah untuk mencapai tujuan tertentu yaitu
untuk mendirikan negara. Dalam pengertian inilah orang berbicara tentang
“politik praktis”.
-
kemauan bersama untuk membangun dan memlihara polis,
-
suasana di mana setiap orang yang berkehendak baik
dapat saling membina dan membangun dirinya masing-masing bagi kesejahteraan
polis itu sendiri,
Atas dasar tiga pengertian di
atas ini, maka setiap orang Kristen harus terlibat dalam politik. Keterlibatan
orang Kristen dalam politik adalah suatu panggilan (Yewangoe, 2002:162).
Orang Kristen di Indonesia sebagai komunitas orang-orang
yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan ( dalam bahasa Yunani“Kurios” atau
dalam bahasa Ibrani “Mesias”) mempunyai
hak dan kewajiban serta peran yang sama dengan sesama warga negara di bumi Indonesia
ini, biarpun secara nasional kita minoritas (band. Singgih
dalam Berjalan dengan Allah, 2003:28,29).
2. Latar Belakang
Permasalahan
Mengapa kedudukan dan peran
perempuan dalam Pemilu 2004 ini menjadi salah satu pokok percakapan kita dalam
Konsultasi Etika Poltik yang diselenggarakan oleh GMIM ?
Hemat saya, ada tiga alasan utama.
Pertama, Perempuan sebagai
manusia Gambar Allah di bumi ini (bersama dengan kaum laki-laki), mayoritas
masih diposisikan dan atau memposisikan (diri) untuk hal-hal tertentu, seperti
a.l. bekerja atau berkarya di dapur, rumah, rumah sakit, pelayan toko/restoran,
usaha-usaha karitatif, resepsionis di kantor-kantor, sekretarisnya bos di
perusahaan.
Kedua, Perempuan adalah
kaum mayoritas yang mengalami kehidupan yang tidak layak, seperti menjadi
korban kekerasan, perdagangan (trafiking). Data yang dihimpun oleh LSM Swara
Parangpuan berdasarkan berita media massa di Sulawesi Utara ini menyebutkan
bahwa kekerasan terhadap perempuan dari tahun 2002 ke tahun 2003 meningkat.
Tahun 2002 terlapor 376 kasus, Januari-Juni 2003 terlapor 314 kasus. Trafiking
dapat melalui cara direkrut, dikumpulkan, dikirim, dipekerjakan dengan tujuan
eksploitasi (pemerasan, penghisapan) untuk suatu pekerjaan tertentu maupun
untuk suatu pekerjaan dalam kegiatan seks komersial. Trafiking juga bisa
terjadi tanpa dikirim keluar daerah/negeri, dan hanya terjadi dalam
desa/kota/daerah sendiri juga di kampus bahkan tak terkecuali dalam dan oleh
keluarga sendiri. (Hal
yang terkahir ini, diungkapkan oleh beberapa peserta dalam acara Seminar dan
Lokakarya menyongsong ditetapkannya Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Trafiking Perempuan dan Anak di Provinsi Sulawesi Utara pada hari
Kamis, 20 November 2003, juga oleh para peserta Pendidikan Pemilih Bagi
Perempuan, 29 Februari – 2 Maret 2004).
Ketiga, Menurut para feminis
umum dan khusus (teolog feminis dari berbagai agama), salah satu penyebab
perempuan masih terus didiskriminasikan, disubordinasikan dan terpinggirkan
dalam kehidupan bermasyarakat selama ini ialah faktor agama, maksudnya
ajaran/dogma agama-agama (band. Laporan Pertemuan Feminis Antar Agama, 1998, juga Tulisan-tulisan
dalam Lokakarya Penulisan Teologi Feminis, 2003). Tentu dalam konteks
kita maksudnya ialah dogma gereja-gereja. Mengapa demikian ? Bukankah dogma
gereja-gereja dilandaskan pada Alkitab ? Ada
apa dengan Alkitab kita ? Alkitab yang dalam iman, kita percaya sebagai Firman
Allah, namun kita tahu juga bahwa Alkitab sebagai suatu karya sastra dari umat
Yahudi dan orang Kristen mula-mula, lahir dari suatu konteks yang patriarkhis.
Kaum laki-laki yang mengatur, memerintah dan menguasai tata hidup berkeluarga,
berumat dan bermasyarakat (band. Rowe & Schofield, 2001: 8). Sebab itu, tidaklah heran
bila peran dan kepentingan kaum perempuan sangatlah kurang ditulis dalam
alkitab. Dalam kata lain, Alkitab
sebagai suatu karya sastra telah turut menyebarkan tata masyarakat partiarkhis
(kalau bukan turut melegalkannya). Dan lebih parah lagi, dalam sejarah
kekeristenan/sejarah gereja sampai kira-kira pertengahan abad XX, orang Kristen
menafsirkan dan melahirkan dogma-dogma yang kemudian menjadi “taurat baru”
dalam bentuk Peraturan-peraturan
dan kebijakan-kebijakan gereja-gereja.
Dogma gereja-gereja yang seharusnya a.l mengungkapkan kemuliaan Tuhan
(doxology) dan untuk kebaikan, keadilan
, kesederajatan manusia laki-laki dan perempuan yang adalah Imago Dei (Gambar
Allah), tidak dibuat olehnya. Hal ini
berdampak. dalam hal kepemimpinan/kepelayanan gereja-gereja, di mana kaum
perempuan masih berada di pinggiran, padahal kaum perempuan yang paling aktif dalam
menjalankan tugas-tugas gereja yaitu bersaksi, bersekutu dan berdiakonia.
Perempuan baru berada pada tataran pelaksana, belum sebagai pengambil keputusan
strategis dalam komunitas bersama laki-laki dan perempuan.
3. Dasar dan Refleksi Teologis
Walaupun memang Alkitab lahir dan ditulis dalam bingkai
patriarkhis, tokh terdapat celah-celah yang saya yakin ini adalah pekerjaan Roh
Kudus untuk melihat kehendak Tuhan Allah yang sesungguhnya mengenai kedudukan
dan peran perempuan dalam kesederajatan dan kebersamaan dengan laki-laki.
Beberapa celah dimaksud a.l. ialah :
-
Manusia diciptakan oleh Allah untuk mengusahakan dan
memelihara bumi ini (Kej. 2:15, band. Kej. 1:26-28, Kej. 2:18). Tuhan Allah
memberi mandat kepada manusia untuk menata tempat tinggalnya : kotanya,
negaranya; dan dengan demikian manusia sendiri yang menata hidupnya. Umat Tuhan
harus bertanggung jawab atas keamanan, ketertiban, kesejahteraan bersama
berdasarkan pedoman hidup yang diberikan Tuhan Allah. Pedoman hidup itu kita
kenal dengan Decalog (10 Hukum Tuhan). Atas dasar teologis ini, setiap orang
(perempuan dan laki-laki) terpanggil untuk terlibat dalam proses penataan hidup
bersama sesuai kehendak-Nya. Penataan hidup bersama ini yang oleh negara kita
dipercayakan kepada lembaga legislatif sebagai pembahas dan pengambil keputusan
terakhir atas berbagai aturan, program dan anggaran yang dirancang oleh
eksekutif.
-
Perempuan dalam kiprahnya di bidang politik praktis,
dapat belajar dari Debora, Wasti dan Ester. Debora sebagai seorang nabi dan
juga seorang hakim/pemimpin umat pada masanya, menjalankan tugas sesuai dengan
kehendak Tuhan. Wasti sebagai isteri raja berani menolak perintah raja yang
adalah suaminya sendiri, sebab kecantikannya bukan untuk dipertontonkan kepada
khalayak ramai. Ester sebagai seorang isteri raja, dapat mempengaruhi keputusan
suaminya yaitu untuk keselamatan orang
lain. Debora adalah contoh bagi kita untuk tidak lagi berpemahaman bahwa hanya
laki-laki yang dapat menjadi pemimpin. Sedangkan Wasti dan Ester adalah contoh
yang baik untuk kaum perempuan yang cantik, pejabat (eksekutif, legislative,
yudikatif) dan isteri seorang pejabat
untuk memperjuangkan harkat dan martabat kaum perempuan serta untuk keselamatan
bangsa.
Dorongan dan
sokongan bagi kaum perempuan yang mampu (secara kualitas bukan uang) dan mau
berkarya di bidang politik praktis harus kita berikan tempat seluas-luasnya dan
sebesar-besarnya (bukan sekedar memenuhi quota minimal 30%). Kaum perempuan
yang mampu dan mau, beranilah menyatakan kebenaran, keadilan dan kejujuran
untuk kebaikan semua orang tanpa diskriminasi. Perbaiki citra buruk tentang
politik seperti yang selama ini kita dengar, agar polis kita menjadi tempat
yang indah dalam memaknai kehidupan yang Tuhan berikan, dan agar kegiatan
politik menjadi arena pelayanan yang halal bagi siapapun yang bertalenta di
bidang ini.
-
Ulangan 30:11-29
yang berisi perintah Tuhan kepada umat Israel melalui Musa tentang hal
memilih. Bagian ini berada di bawah judul besar Perjanjian dengan Allah
diperbaharui (mulai pasal 29). Siapakah yang dimaksud dengan umat Israel?
Pasal 29:ll dan 18, secara eksplisit menyebut perempuan juga sebagai alamat
dari Firman Tuhan ini. Menarik sekali, bahwa Perjanjian dengan Allah ini berisi
Firman Tuhan kepada semua orang tanpa pandang jenis kelamin, status sosial,
umur dan bangsa agar menggunakan kesempatan untuk memilih. Ada dua pilihan yang diperhadapakan, yaitu
kehidupan atau keberuntungan dan
kematian atau kecelakaan (ayat 15) atau dalam ayat 19 : kehidupan dan kematian,
berkat dan kutuk. Masing-masing pilihan punya hakikat dan akibatnya. Memilih
kehidupan atau keberuntungan atau berkat berarti hidup menurut kehendak Tuhan
dan akan lanjut umur serta diberkati Tuhan di mana saja. Sedangkan memilih kematian atau kecelakaan atau kutuk
berarti berpaling dari Tuhan, menyembah allah lain dan tidak akan lanjut umur
bahkan akan binasa.
Biarpun Tuhan melalui Musa memberi pilihan untuk
dipilih oleh umat, namun Tuhan yang menginginkan agar manusia tetap hidup yang
diberkati, maka ada ajakan untuk memilih kehidupan, supaya engkau dan
keturunanmu hidup di tanah tempat tinggalmu.
Luar biasa bagian alkitab
ini. Allah sangat menghormati hak azasi manusia. Manusia diberi kesempatan
untuk memilih sendiri apa yang ia mau terjadi dalam hidupnya. Tidak ada unsur
paksaan. Yang ada ialah unsur pendidikan. Allah mendidik manusia untuk dapat
mengambil keputusan tentang hidupnya dan keturunannya. Allah tidak menghendaki
manusia bermasa bodoh tentang hidupnya. Apapun yang akan dipilih manusia,
hendaklah dilakukan dengan penuh kesadaran.
Memilih kehidupan, keberuntungan
dan berkat, kiranya menjadi pilihan orang
percaya.
4. Komitmen
Perempuan sebagai Hawa yang berarti Ibu
dari segala yang hidup, hendaknya memilih kehidupan. Menghadapi Pemilu nanti,
kiranya pilihan kita akan jatuh pada memilih kehidupan, memilih calon
legislatif (DPRD Kota/Kabupaten, DPRD Provinsi, DPR), Dewan Perwakilan Daerah
(DPD), Presiden dan Wakil Presiden serta Partai Politik yang memperjuangkan
kehidupan kaum perempuan dan anak-anak yang masih sampai sekarang paling banyak
mengalami diskriminasi dan kekerasan.
Makin banyak kaum perempuan menggunakan hak
dipilih dan memilih, makin besar dan kuat suara perempuan diserukan untuk
menentukan perubahan (lihat
Poster yang diterbitkan oleh Biro Pelayanan Wanita PGI-Sekretariat Jaringan
Mitra Perempuan KWI dan United Nations Development Programme).
5. Penutup
Puji Tuhan, ada kesempatan yang
indah untuk duduk bersama perempuan dan laki-laki terutama dengan para calon
legislatif dan aktivis partai politik dalam membicarakan Gereja dan Politik.
Apalagi hari ini, 8 Maret, secara
internasional, kaum Perempuan merayakan Hari Perempuan Sedunia.
Referensi :
Laporan Pertemuan Feminis Antar Agama, Yogyakarta,
23-25 Juli 1998, yang diselenggarakan
oleh Kelompok Perempuan Sadar Dan Institut Dialog Antar Iman.
Lokakarya
Penulisan Teologi Feminis, Yogyakarta, 12-15
Mei 2003., yang diselengarakan oleh Pusat Studi Feminis Fakultas Teologi
Universitas Kristen Duta Wacana.
Pendidikan Pemilih Bagi Perempuan, Kinilow-Tomohon, 29
Februari – 2 Maret 2004., yang diselenggarakan oleh Biro Pelayanan Wanita PGI –
Sekretariat Jaringan Mitra Perempuan KWI yang didukung oleh United Nations
Development Programme.
Rowe & Schofield, Sejarah Pemikiran Politik
Yunani & Romawi. Diterjemahkan oleh Hermanto,Setyo; Ananda,Aris; Budi Santoso, Tri Wibowo. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2001.
Seminar dan Lokakarya Menyongsong Ditetapkannya
Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Pemberantasan Trafiking Perempuan dan
Anak di Provinsi Sulawesi Utara, Manado,
20 November 2003, yang diselenggarakan oleh PKK Provinsi Sulawesi Utara.
Singgih, E.G., “Dasar Teologis Bagi Kegiatan
Politis Orang Kristen di Indonesia Menjelang Pemilu 2004”, dalam Kapahang-Kaunang, Augustien; Tampi,Piet;
Supit, Marthin; Pangaila-Kaunang,Lientje (penyunting), Berjalan Dengan
Allah. Buku Peringatan 40 Tahun Fakultas Teologi Universitas Kristen Indonesia Tomohon 1962-2002.
Tomohon: Lembaga Telaah Agama dan Kebudayaan, 2003.
Sirait, Saut, Politik Kristen di Indonesia. Suatu
Tinjauan Etis. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2001.
Verkuyl, J., Ras Bangsa Geredja Negara Etika
Politika. Djakarta : Badan Penerbit
Kristen, 1967.
Yewangoe, A.A.,
Agama-Agama dan Kerukunan. Jakarta
: BPK Gunung Mulia, 2002
Tomohon, 6 Maret 2004
* Disampaikan dalam Konsultasi
Etika Politik yang diselenggarakan oleh Sinode GMIM, bertempat di gedung GMIM
Sentrum Manado, 8 Maret 2004. Materi ini merupakan pengembangan materi yang
berjudul “Politik dan Perempuan” yang dimuat dalam Tabloid Mimbar Bersama,
No.75 Tahun II, 20-26 Desember 2003 dan
dalam Tabloid Dimensi edisi 4 Minggu IV Februari 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar