Ke-injili-an dan ke-ekumenisan GMIM
Refleksi di HUT ke-184 Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen di Tanah
Minahasa
Oleh : Karolina Augustien Kaunang
Sangat jelas dalam nama GMIM bahwa ia adalah gereja yang Injili.
Gereja yang berdasar dan berakar pada kabar baik dari Dia, si Kabar Baik itu sendiri. Dia
itulah Kepala GMIM. GMIM secara lembaga
baru dimulai pada 30 September 1934. Tahun ini ia akan berusia 81 tahun. Untuk
sampai pada tanggal 30 September 1934 itu, tak lepas dari konteks kekristenan
di tanah Minahasa yang sudah dimulai sejak kedatangan para misionaris/zendeling
dengan membaptis orang-orang pribumi. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1500-an.
Itu berarti Injil sebagai Kabar Baik telah terdengar dan disemai sejak itu, sekitar
500-an tahun silam, meski kemudian ada satu masa sepertinya kekristenan hilang
tak berbekas. Pada tahun 1675, Ds. Montanus, pendeta gereja Protestan pertama
dari Belanda mengunjungi Manado. Pada tahun 1821, Joseph Kam mengirim dua
misionaris yaitu Muller dan Lammers ke Manado.
Kemudian pada tahun 1827, Kam mengirim
lagi misionaris G.J.Hellendorn ke
Manado. Tugas pertamanya ialah memelihara jemaat kecil orang-orang Eropah dan juga memberi banyak perhatian
kepada kelompok kecil orang-orang
Kristen pribumi yang tinggal di sepanjang pantai Manado. Pengkristenan
secara intensif baru dimulai saat kedatangan dua misionaris dari Jerman yang
diutus oleh Badan Pekabaran Injil Belanda (NZG = Nederlandse Zendeling
Genootschap) pada 12 Juni 1831 yaitu Johann Friedrich Riedel di Tondano dan
Johann Gottlieb Schwarz di Langoan. Keduanya melayani sampai akhir hayatnya di
tanah Minahasa. Tanggal 12 Juni ini
kemudian dikenal dalam lingkungan GMIM sebagai Hari Pekabaran Injil dan
Pendidikan Kristen di Minahasa. Antara
tahun 1831-1864 hampir seluruh kampung/desa di Minahasa telah mendengar dan
menerima Injil. Pada tahun 1880, sudah 80% penduduk Minahasa menjadi Kristen.
Kekristenan di Minahasa telah
tumbuh, berkembang dan berbuah a.l. lahirnya berbagai denominasi gereja.
Menurut data di Kantor Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara tahun 2010 terdapat
puluhan denominasi Protestan di tanah adat Minahasa, seperti di Kota Manado 50
denominasi, di Tomohon 12 denominasi, di Minahasa 31 denominasi, di Minahasa
Selatan 23 denominasi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa GMIM hanyalah salah satu
dari sekian puluh denominasi gereja yang ada di tanah Minahasa. Memang dari
segi kuantitas, GMIM beranggotakan paling banyak.
Setiap denominasi memiliki
identitasnya sendiri. Identitas inilah yang menentukan kualitasnya. Karena itu,
tidak ada alasan apapun juga untuk saling menyalahkan apalagi merasa benar
sendiri dan merasa yang paling berhak di hadapan Tuhan, Kepala Gereja.
Orang Kristen Minahasa menjadi
pekabar injil melalui a.l. profesi guru di luar tanah Minahasa. Gereja Toraja
misalnya, yang secara lembaga ada di beberapa provinsi, menyatakan bahwa di
Minahasa tidak akan ada Gereja Toraja, demikian ungkap Ketua Sinode GT saat
menerima mahasiswa Fakultas Teologi UKIT yang berPPL (Program Pengalaman
Lapangan) Juni-Juli 2014. Sebab yang memperdengarkan injil kepada orang
Toraja antara lain para guru dari
Minahasa. “… Keduapuluh orang murid ini telah mendengar berita Injil
keselamatan ini dari para guru-guru sekolah Landschap (anggota Indische Kerk)
yang dibuka oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1908. Para guru tersebut
berasal dari Ambon, Minahasa, Kupang dan
Jawa” (lihat Kata Sambutan Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja dalam Alkitab
cetakan khusus atas syukur dan peringatan 100 Tahun Injil Masuk Toraja 1913-2013).
Lain lagi dengan 3 gereja anggota GPI
lainnya yaitu Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB), Gereja Protestan
Maluku (GPM), Gereja Masehi Injili Timor (GMIT), yang karena sejarahnya sama
berasal dari Indische Kerk, maka keempat gereja ini bersepakat untuk tidak
mendirikan jemaat gerejanya di daerah/wilayah pelayanan sesama gereja anggota
GPI ini.
GMIM selama ini terus menjalin
hubungan ekumenis dan terlibat aktif dalam dan dengan berbagai denominasi gereja.
Ia juga menjadi anggota dalam badan-badan ekumenis nasional dan internasional
seperti : Sinode Am Gereja-Gereja di
Sulawesi Utara dan Tengah serta Gorontalo, Gereja Protestan di Indonesia (GPI),
Dewan Gereja-Gereja di Indonesia/Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI/PGI),
Gereja Protestan di Indonesia (GPI), Christian Conference of Asia (CCA), World
Alliance of Reformed Churches/World Communion of Reformed Churches (WARC/WCRC),
World Council of Churches (WCC), Basel Mission/Mission 21, Evangelisches
Missionswerk in Sudwestdeutschland (EMS); juga mengembangkan kerjasama
kemiteraan dengan a.l. Evangelisches
Kirche in Hessen-Nassau (EKHN), Uniting Church of Australia (UCA) dan Gereja di
Jepang dan Korea.
Ke-injili-an GMIM sampai masa kini, biarlah terus bercahaya
dari tanah Minahasa. Biarlah anggota jemaat pergi dan tersebar ke seluruh
dunia. Biarlah mereka berkarya, berakar dan bertumbuh di sana tanpa diikat oleh
‘birokrasi’ gereja asalnya. Untuk itu, jati diri ke-injili-an anggota-anggota
jemaat terus diisi dengan pendidikan
yang berkualitas terpuji di dan dari tanahnya sendiri agar berisi Injil yang
menyelamatkan. Pada gilirannya bila ia pergi
‘ke seluruh dunia’, ia akan kuat dan berkreasi di sana.
Biarlah GMIM sebagai lembaga hanya tetap berada di tanah
Minahasa. Biarlah GMIM menjadi Garam dan Terang Dunia, tanpa mendirikan
jemaat-jemaat di seluruh dunia. Biarlah ke-injili-annya bersatu dengan
ke-ekumenisan-nya. Semoga !
Tomohon, 12 Juni 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar