Rabu, 08 Juli 2015

REFLEKSI HUT PI dan PK GMIM 12 JUNI 2015



Ke-injili-an dan ke-ekumenisan GMIM
Refleksi di HUT ke-184 Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen di Tanah Minahasa
Oleh : Karolina Augustien Kaunang
Sangat jelas dalam nama GMIM bahwa ia adalah gereja yang Injili. Gereja yang berdasar dan berakar pada kabar baik  dari Dia, si Kabar Baik itu sendiri. Dia itulah Kepala GMIM.  GMIM secara lembaga baru dimulai pada 30 September 1934. Tahun ini ia akan berusia 81 tahun. Untuk sampai pada tanggal 30 September 1934 itu, tak lepas dari konteks kekristenan di tanah Minahasa yang sudah dimulai sejak kedatangan para misionaris/zendeling dengan membaptis orang-orang pribumi. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1500-an. Itu berarti Injil sebagai Kabar Baik telah terdengar dan disemai sejak itu, sekitar 500-an tahun silam, meski kemudian ada satu masa sepertinya kekristenan hilang tak berbekas. Pada tahun 1675, Ds. Montanus, pendeta gereja Protestan pertama dari Belanda mengunjungi Manado. Pada tahun 1821, Joseph Kam mengirim dua misionaris yaitu Muller dan Lammers ke Manado. Kemudian pada tahun 1827, Kam  mengirim lagi  misionaris G.J.Hellendorn ke Manado. Tugas pertamanya ialah memelihara jemaat kecil  orang-orang Eropah dan juga memberi banyak perhatian kepada kelompok kecil  orang-orang Kristen pribumi yang tinggal di sepanjang pantai Manado. Pengkristenan secara intensif baru dimulai saat kedatangan dua misionaris dari Jerman yang diutus oleh Badan Pekabaran Injil Belanda (NZG = Nederlandse Zendeling Genootschap) pada 12 Juni 1831 yaitu Johann Friedrich Riedel di Tondano dan Johann Gottlieb Schwarz di Langoan. Keduanya melayani sampai akhir hayatnya di tanah Minahasa. Tanggal 12 Juni ini  kemudian dikenal dalam lingkungan GMIM sebagai Hari Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen di Minahasa.  Antara tahun 1831-1864 hampir seluruh kampung/desa di Minahasa telah mendengar dan menerima Injil. Pada tahun 1880, sudah 80% penduduk Minahasa menjadi Kristen.
Kekristenan di Minahasa telah tumbuh, berkembang dan berbuah a.l. lahirnya berbagai denominasi gereja. Menurut data di Kantor Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara tahun 2010 terdapat puluhan denominasi Protestan di tanah adat Minahasa, seperti di Kota Manado 50 denominasi, di Tomohon 12 denominasi, di Minahasa 31 denominasi, di Minahasa Selatan 23 denominasi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa GMIM hanyalah salah satu dari sekian puluh denominasi gereja yang ada di tanah Minahasa. Memang dari segi kuantitas, GMIM beranggotakan paling banyak.
Setiap denominasi memiliki identitasnya sendiri. Identitas inilah yang menentukan kualitasnya. Karena itu, tidak ada alasan apapun juga untuk saling menyalahkan apalagi merasa benar sendiri dan merasa yang paling berhak di hadapan Tuhan, Kepala Gereja.
Orang Kristen Minahasa menjadi pekabar injil melalui a.l. profesi guru di luar tanah Minahasa. Gereja Toraja misalnya, yang secara lembaga ada di beberapa provinsi, menyatakan bahwa di Minahasa tidak akan ada Gereja Toraja, demikian ungkap Ketua Sinode GT saat menerima mahasiswa Fakultas Teologi UKIT yang berPPL (Program Pengalaman Lapangan) Juni-Juli 2014. Sebab yang memperdengarkan injil kepada orang Toraja  antara lain para guru dari Minahasa. “… Keduapuluh orang murid ini telah mendengar berita Injil keselamatan ini dari para guru-guru sekolah Landschap (anggota Indische Kerk) yang dibuka oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1908. Para guru tersebut berasal dari  Ambon, Minahasa, Kupang dan Jawa” (lihat Kata Sambutan Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja dalam Alkitab cetakan khusus atas syukur dan peringatan 100 Tahun Injil Masuk Toraja 1913-2013). Lain lagi  dengan 3 gereja anggota GPI lainnya yaitu Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB), Gereja Protestan Maluku (GPM), Gereja Masehi Injili Timor (GMIT), yang karena sejarahnya sama berasal dari Indische Kerk, maka keempat gereja ini bersepakat untuk tidak mendirikan jemaat gerejanya di daerah/wilayah pelayanan sesama gereja anggota GPI ini. 
GMIM selama ini terus menjalin hubungan ekumenis dan terlibat aktif dalam dan dengan berbagai denominasi gereja. Ia juga menjadi anggota dalam badan-badan ekumenis nasional dan internasional seperti  : Sinode Am Gereja-Gereja di Sulawesi Utara dan Tengah serta Gorontalo, Gereja Protestan di Indonesia (GPI), Dewan Gereja-Gereja di Indonesia/Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI/PGI), Gereja Protestan di Indonesia (GPI), Christian Conference of Asia (CCA), World Alliance of Reformed Churches/World Communion of Reformed Churches (WARC/WCRC), World Council of Churches (WCC), Basel Mission/Mission 21, Evangelisches Missionswerk in Sudwestdeutschland (EMS); juga mengembangkan kerjasama kemiteraan dengan a.l.  Evangelisches Kirche in Hessen-Nassau (EKHN), Uniting Church of Australia (UCA) dan Gereja di Jepang dan Korea.   
Ke-injili-an GMIM sampai masa kini, biarlah terus bercahaya dari tanah Minahasa. Biarlah anggota jemaat pergi dan tersebar ke seluruh dunia. Biarlah mereka berkarya, berakar dan bertumbuh di sana tanpa diikat oleh ‘birokrasi’ gereja asalnya. Untuk itu, jati diri ke-injili-an anggota-anggota jemaat  terus diisi dengan pendidikan yang berkualitas terpuji di dan dari tanahnya sendiri agar berisi Injil yang menyelamatkan. Pada gilirannya bila ia pergi  ‘ke seluruh dunia’, ia akan kuat dan berkreasi di sana.
Biarlah GMIM sebagai lembaga hanya tetap berada di tanah Minahasa. Biarlah GMIM menjadi Garam dan Terang Dunia, tanpa mendirikan jemaat-jemaat di seluruh dunia. Biarlah ke-injili-annya bersatu dengan ke-ekumenisan-nya. Semoga !
Tomohon, 12 Juni 2015






Tidak ada komentar:

Posting Komentar