Minggu, 04 Desember 2011

MENGENAL DENOMINASI GEREJA

MENGENAL DENOMINASI GEREJA*


Pendahuluan
Gereja sebagai persekutuan orang-orang yang percaya kepada Kristus yang terbentuk oleh karena kuat Roh Kudus yang dituangkan pada hari Pentakosta yaitu kira-kira pada tahun 30-an Masehi. Gereja ini ternyata masih tetap hadir dalam pentas sejarah dunia. Meskipun banyak hambatan yang dialami, gereja terus hidup. Kita mengenal adanya buku Sejarah Gereja Umum, Sejarah Gereja Asia dan Sejarah Gereja Indonesia bahkan kini sedang giat-giatnya gereja-gereja lokal menyusun sejarahnya.
Gereja yang hidup itu mengalami hambatan yang datang dari luar dan dari dalam dirinya sendiri. Hambatan dari luar datang terutama dengan adanya pertemuan antara Injil dan Kebudayaan-Kebudayaan. Artinya sebagai konsekuensi dari beradanya gereja di dalam dunia, maka mau tidak mau ia bersinggungan dengan kedinamisan budaya yang dilahirkan oleh manusia yang bergereja. Pertemuan itu sering menjadi negatif karenanya menghambat eksistensi gereja. Hambatan itu muncul antara lain karena adanya perbedaan pandangan yang tidak disikapi secara arif dengan dasar teologis alkitabiah sehingga berdampak pada perseteruan dan perpecahan.
Kenyataan sekarang ini telah banyak institusi/lembaga gereja yang muncul atau terbentuk karena perbedaan pandangan yang diartikan pertentangan pendapat. Hal ini diperkuat dengan terjadinya masalah-masalah kepemimpinan yang berarah pada ambisi jabatan dan masalah-masalah personal. Padahal perbedaan pandangan adalah suatu kenyataan alamiah yang adalah karunia Allah. Kenyataan akan perbedaan pandangan inilah yang kemudian kita kenal dengan istilah Denominasi Gereja. Denominasi berarti “one of the different religious groups that you can belong to”, atau kaum/umat/golongan agama. Oleh sebab itu, marilah kita mengenal kenyataan kepelbagaian ini, dengan tujuan agar kita menerima kenyataan akan perbedaan yang dalam bahasa Dokumen Keesaan Gereja (DKG) Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) yaitu Saling Mengakui dan Saling Menerima. Artinya kita menerima kenyataan ini secara positif sambil tetap kritis atas motiv negatifnya.

Latar Belakang Sejarah

Sejak tahun 1054 terjadi perpecahan (schisma) besar dalam Gereja menjadi Gereja Barat dan Gereja Timur. Gereja Timur ini dikenal dengan nama Gereja Ortodoks. Gereja Barat pada tahun 1517 (tepatnya 31 Oktober) terjadi Reformasi yang dipelopori oleh Martin Luther. Reformasi ini yang menyebabkan gereja ini menjadi Gereja Katolik Roma dan Gereja Protestan. Gereja Katolik sedunia sama di mana-mana sebab pusatnya adalah Paus sebagai Pemimpin Gereja yang berpusat di kota Roma.
Reformasi Luther yang melahirkan gereja Protestan dalam perkembangannnya terpeta dalam beberapa tradisi berdasarkan penekanan ajaran dari para tokoh reformator seperti Luther (Jerman) dan Calvin (Swiss). Reformasi ini selanjutnya berkembang di Belanda dan Inggris. Dari Eropa dengan semangat Pietismenya (yang menekankan kesalehan pribadi, semangat penginjilan dan kritik terhadap gereja yang terlalu menekankan tata gereja dan rumusan-rumusan ajaran), penginjilan masuk ke sebagian besar daerah di Indonesia termasuk di wilayah pelayanan GMIM sekarang.

Gereja-Gereja Protestan di Indonesia
Gereja-gereja di Indonesia sekarang ini berasal dari berbagai latar belakang tradisi gereja dan penginjilan. Ada dua aliran besar yaitu : Ekumenikal dan Evangelikal yang masing-masing mempunyai pandangan-pandangan utama mengenai konsep Misi.
Ekumenikal :
- Teologi Kontekstual : berteologi dari dalam konteks sosial, kultural, politik dan ekonomi. Berteologi dalam rangka memberi jawab pada persoalan-persoalan yang dihadapi. Berteologi dari konteks ke teks (metode induksi).
- Teologi Misioner yang sistematis, yang berdasar pada misi Allah yang berpusat pada Gereja dan/atau pada dunia serta teologi misi dan teologi agama-agama.
- Teologi Praktis tentang misi seperti nyata dalam Pembinaan warga Gereja, Pemberitaan dan Komunikasi serta Keadilan dan Pelayanan Masyarakat. Tugas dalam masyarakat adalah ‘pengungkapan’ misi masa kini.
Evangelikal :
- Teologi Misi berwawasan Alkitab yaitu mengaktualisasikan Alkitab (teks) ke dalam konteks. Alkitab sebagai titik berangkat ke konteks (metode deduksi).
- Teologi Misioner yang sistematis, yang berdasar pada amanat agung Allah dengan penekanan pada orang Kristen lahir kembali sebagai subyek misi dan diperankan oleh Lembaga-lembaga gerejawi (para-church agencies).
- Teologi Praktis tentang misi yang diperankan oleh kaum awam untuk menjangkau yang tidak terjangkau agar gereja bertambah dan meluas. Tugas dalam masyarakat adalah ‘kelengkapan’ dari misi.
Dengan pemaparan perbedaan pandangan dari dua aliran ini, maka kita dapat mengidentifikasi diri, di mana gereja-gereja kita berada. Yang tergolong aliran/kaum Ekumenikal adalah gereja-gereja yang menjadi anggota terbanyak Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan lebih khusus lagi Gereja Protestan di Indonesia (GPI). Yang tergolong aliran/kaum Evangelikal adalah gereja-gereja yang menjadi anggota Persekutuan Injili di Indonesia (PII).

Gerakan Kharismatik
Istilah kharismatik diambil dari bahasa Yunani ‘kharismata’ (jamak) yang berarti karunia-karunia (Rm 11:29; Rm 12:6-8; I Kor 12:8-10; I Kor 12:8). Dalam buku Wilfred J.Samuel yang berjudul Charismatic Folk Christianity (Indonesia : Kristen Kharismatik), ditulis tentang gerakan kharismatik di Asia (Malaysia). Ia membedakan antara Gerakan Reformasi dan Gerakan Kharismatik. Gerakan Reformasi adalah koreksi terhadap teologi gereja (khususnya tentang pembenaran) dan penolakan atas praktek-praktek gerejawi yang tidak alkitabiah. Sedangkan Gerakan Kharismatik berusaha untuk berbicara tentang kekurangan dalam bidang-bidang moralitas pribadi, spiritualitas dan misiologi.
Gerakan kharismatik adalah dalam bentuk dan esensinya adalah replikasi (tiruan) dari gerakan Pentakostalisme (yang yang lahir tahun 1901). Namun Gerakan ini mengadopsi pola-pola kultural kontemporer yang kebanyakan menggugah emosi dan karenanya kurang akademis seperti yang nampak dalam ibadah-ibadahnya. Ekspresi dalam ibadah seperti 1. gerak tubuh (angkat tangan, tepuk tangan, menari, melompat-lompat di tempat, raut muka memelas apabila memohon, dll). 2. kewajiban selebratis (menyanyi berulang-ulang, menyanyi dengan suara keras, bersalam-salaman, penyanyi latar, berbahasa lidah, musik keras, dll).3. bentuk dan dekorasi interior yang artistik (spanduk, tempat khusus untuk penyanyi latar dan musik, dll). 4. pelayanan gerejawi (penumpangan tangan dengan bergetar, doa yang keras, meneking si jahat dengan nada memerintah, pengurapan dengan minyak, dll). 5. ekspresi linguistik dan penggunaan kata-kata populer (tanggapan ‘amin’ atau ‘puji Tuhan’, ‘tepuk tangan untuk Yesus’, ‘angkat tanganmu dan sembahlah’, dll).
.
Refleksi dan Penutup
Tentu saja tidak seorangpun yang dapat melakukan hal yang sama sekaligus. Masing-masing orang punya budaya, karakter, kebutuhan dan harapan tentang arti kehidupan beriman, sehingga yang harus sama dan jelas ialah apakah pandangan serta sikap beriman kita sesuai dengan Injil Yesus Kristus yaitu Keselamatan ? Pergumulan kita bersama ialah : apakah gereja-gereja termasuk GMIM telah dan sedang menjadi ‘wadah’ umat untuk menikmati keselamatan dari sang Kepala Gereja ?
Pola dan bentuk ibadah bukanlah alasan mendasar untuk berpindah-pindah keanggotaan gereja. Yang pasti pola dan bentuk ibadah gereja-gereja hendaknya tidak kaku. Hal itu tepergantung pada “ketrampilan” orang yang memenej, memimpin/melayani ibadahnya. Kita juga perlu bertanya, apakah memang kecederungan pindah-pindah keanggotaan gereja karena masalah liturgi ibadah atau karena hal lain seperti misalnya kurangnya pelayanan penggembalaan?.

Buku bacaan :
de Jonge, Christian, Gereja Mencari Jawab. Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1997.
Jongeneel, J.A.B., “Kharismata, Gerakan Kharismatik dan Gereja-Gereja”, dalam
Gerakan Kharismatik Apakah Itu? Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1980.
Samuel, Wilfred,J., Kristen Kharismatik. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2006
Siwu, Richard,A.D., Misi dalam Pandangan Ekumenikal dan Evangelikal di Asia
1910-1961-1991. Jakarta :BPK Gunung Mulia, 1996.


Tomohon, 6 Oktober 2007


* Disampaikan dalam Acara Pembekalan Pelayan di Jemaat “Bukit Karmel” Batu
Kota Wilayah Manado Barat Daya pada hari Sabtu, 6 Oktober 2007
** Pendeta GMIM/Dosen Fakultas Teologi UKIT bidang studi
Teologi Sistematika/Dogmatika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar