Kamis, 07 Maret 2013

INTERNATIONAL WOMEN'S DAY


MEMAKNAI HARI PEREMPUAN INTERNASIONAL 2013 *

Tidak banyak orang yang tahu bahwa tanggal 8 Maret adalah hari Perempuan Internasional (International Women’s Day). Jurnal Perempuan pernah menulis bahwa hari ini sebagai hari yang tidak populer, tentu di Indonesia. Hari yang populer adalah Hari Kartini (21 April) dan Hari Ibu (22 Desember).
Tanggal 8 Maret ditetapkan sebagai Hari Perempuan Internasional pada tahun 1910 pada acara Kongres Perempuan Pekerja Internasional di Kopenhagen. Penetapan hari ini diusulkan oleh Clara Zetkin, seorang orator dan pendiri surat kabar De  Gleicheit (Persamaan), ia juga sebagai anggota International Ladies Garment Union dan anggota Partai Sosialis Jerman. Penetapan hari ini berawal dari aktivitas gerakan kaum buruh di seluruh Eropah dan Amerika Utara.
Kemudian pada tahun 1975 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaksanakan Hari Perempuan Internasional di kota Meksiko, sekaligus menetapkan tahun ini sebagai Tahun Perempuan Internasional. Selanjutnya menetapkan tahun 1975-1985 sebagai Dekade untuk Perempuan. Sejak saat itu, PBB merayakan setiap tahun dengan tema-tema a.l. Perempuan dan Perdamaian: Perempuan Memenej Konflik (2001), Perempuan dan HIV/AIDS (2004), Perempuan dalam Pengambilan Keputusan (2006), Perempuan dan Laki-laki Bersatu untuk Mengakhiri Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (2009), Persamaan Hak, Kesempatan yang sama : Kemajuan untuk Semua (2010), Pemberdayaan Perempuan Desa _ Mengakhiri Kelaparan dan Kemiskinan (2012). Dan tahun ini bertema The Gender Agenda : Gaining Momentum
Mengapa hari ini didedikasikan khusus untuk perempuan? Ada dua alasan yaitu mengakui fakta bahwa terjaminnya kedamaian dan kemajuan sosial serta kegembiraan perempuan; dan menyatakan kontribusi perempuan kepada penguatan keamanan dan kedamaian internasional. Bagi kaum perempuan sedunia, simbolisme hari ini mempunyai arti yang luas yaitu kesempatan untuk melihat kembali sejauh mana mereka berjuang untuk persamaan, perdamaian dan pembangunan. Juga kesempatan untuk bersatu, membangun jejaring dan bergerak untuk perubahan yang penuh arti.
Beberapa hasil yang dicapai dalam memaknai perjuangan kaum perempuan internasional ialah ditetapkannya berbagai konvensi seperti a.l. Konvensi Internasional Penghentian Perdagangan Perempuan Dewasa (1934), Hak-hak Politik Perempuan (1946), Menghentikan Perdangangan Perempuan dan Anak (1948), Pengupahan yang Sama bagi Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya (1951), Perlindungan Kehamilan (1952), Kondisi Kerja Buruh Perkebunan (1958), Anti Diskriminasi dalam Pendidikan (1960).
Gerakan bersama ini ditanggapi positif oleh gereja-gereja sedunia melalui World Council of Churches (Dewan Gereja-gereja se-Dunia), DGD menetapkan tahun 1988-1998 sebagai Ecumenical Decade of Churches in Solidarity with Women (Dekade Ekumenis dari Gereja-gereja dalam Solidaritasnya dengan Perempuan). Ada empat perhatian penting yang memanggil gereja-gereja untuk menyatakan solidaritasnya dengan perempuan, yaitu – partisipasi penuh dan kreatif dari perempuan dalam kehidupan bergereja, - melawan tindak kekerasan terhadap perempuan dalam bermacam bentuk dan dimensi, - krisis ekonomi global dan pengaruhnya kepada perempuan, - xenophobia dan rasisme dan pengaruhnya bagi perempuan.
Mencermati sejarah gerekan perempuan dan perhatian dunia pada umumnya serta gereja-gereja sedunia pada khususnya, maka saya tertarik untuk untuk memperhadapkannya bagi kehidupan kaum perempuan masa kini di tanah Minahasa. Pertama, status dan peran perempuan dalam budaya Minahasa seperti terlihat a.l. dalam cerita rakyat Lumimuut-Toar dan tradisi/adat istiadat yang menempatkannya setara dengan kaum laki-laki, nilai kemanusiaannya dihargai sama. Pada tataran pemahaman ini, seharusnya tidak ada perlakuan yang tidak adil atau tidak setara antara perempuan dan laki-laki. Kedua, berdasarkan hasil penelitian mahasiswa Fakultas Teologi UKIT dalam pembelajaran Teologi Feminis ditemukan kenyataan masa kini seperti a.l. kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan ini terjadi karena a.l. suami sudah punya ‘wanita idaman lain’, suami tidak boleh ditegur, suami mabuk dan kalah berjudi. Ketiga, masih dari hasil penelitian mahasiswa khususnya tentang perempuan dan ekonomi. Banyak perempuan/ibu yang menjadi pencari nafkah utama bagi keluarganya, terutama untuk kebutuhan anak-anaknya. Mereka adalah para ibu yang bekerja sebagai ‘tibo-tibo’ di pasar Tomohon, pedagang kaki lima di Manado dan tukang parkir di pusat perbelanjaan kota Manado. Sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa mereka memutuskan untuk bekerja seperti ini sejak ditinggalkan suami dalam waktu yang cukup lama tanpa kabar berita, ada pula yang ditinggalkan oleh suami karena suami sudah terlanjur berhubungan gelap dengan perempuan lain. Padahal anak-anak  membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orangtua. Penelitian yang terakhir ini menunjukkan dua hal. Pertama, perempuan punya potensi diri untuk pembangunan ekonomi keluarga. Dalam hal ini perempuan bukan hanya pencari nafkah tambahan. Perempuan yang seperti ini adalah tipe perempuan yang tidak mudah menyerah, dia  selalu siap berjuang mempertahankan apa yang menjadi haknya seperti hak mengasuh dan membiayai anak-anaknya. Dengan kekuatan dan ketrampilan yang Tuhan karuniakan kepadanya ia berjuang untuk anak-anaknya. Dia mandiri. Kedua, ada perempuan/isteri yang baru mengambil prakarsa untuk bekerja mencari uang dengan membuka usaha warung atau kantin, jadi tukang parkir, saat suami/laki-laki mengalami sakit atau sakit-sakitan, atau setelah suami meninggalkannya tanpa berita bahkan ada nyata-nyata meninggalkannya. Penelitian mahasiswa ini menunjukkan bahwa di tengah kemajuan jaman secara global dan di tengah masyarakat Minahasa yang berbudaya egaliter dan demokratis, terdapat pandangan dan perlakuan yang diskriminatif terhadap perempuan.
Harkat dan martabat kaum perempuan sebagai anak, isteri, ibu, anggota masyarakat dalam kehidupan bersama masih dipengaruhi secara signifikan oleh sistem masyarakat patriarkhat dan cara pandang androsentrisme. Kenyataan khusus dalam konteks masyarakat Minahasa, perempuan masih mengalami perlakuan yang tidak adil.
Di hari perempuan ini, marilah kita mengingat perempuan-perempuan yang menderita ketidak-adilan hak dan martabatnya. Kita mengingat mereka dalam doa dan karya. Kita berjuang untuk memperbaiki sistem  dan tata nilai kemanusiaan perempuan dalam kesetaraan dan keadilan dengan laki-laki. Kita mengundang laki-laki/bapak-bapak/suami untuk bekerja dan berjuang bersama membangun kehidupan yang bermartabat. Kita kembali kepada hakikat penciptaan yaitu bahwa Tuhan Allah mencipta manusia perempuan dan laki-laki sebagai Imago Dei.
Saya mengakhiri tulisan ini dengan mengutip sebuah surat yang saya terima pada 10 tahun silam (2003).
http://sphotos-f.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-prn1/65912_10200909597044506_1613992919_n.jpg
Tomohon, 08 Maret 2013
*Naskah awal sudah pernah dipublikasikan dalam tabloid Inspitaror, edisi Februari-Juni 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar