PENDAHULUAN
Keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan judicial review terhadap sistem Pemilu 2009 yaitu suara terbanyaklah yang akan ditetapkan menjadi anggota legislatif, menjadi pukulan berat bagi upaya keterwakilan perempuan dalam legislatif pada pemilu 2009 ini. Sebab a.l. belum banyak perempuan dikenal luas dan tidak punya cukup uang untuk sosialisasi diri. Namun, bila citra diri kita baik, berkualitas bersih dan saleh maka tanpa ‘uang’ apalagi money politics kita akan ‘dicari orang’. Orang yang kenal kita yang akan mengkampanyekan kita tanpa kita minta. Nah, berikut ini mari kita sharing pengalaman dalam hal pemilihan : memilih dan dipilih.
SHARING
Dua langkah sharing :
Pertama : sharing peserta yang diwakili oleh dua orang, yaitu yang sudah dan sementara menjadi anggota legislatif, dan yang baru mencalonkan diri. Masing-masing diberi waktu maksimal 3 menit . …(sebentar nanti ada waktu untuk sharing yang lebih luas dalam diskusi)
Kedua, saya ingin sharing tiga cerita pengalaman :
1. Seorang teman pendeta perempuan yang menjadi anggota legislatif (1997-1999) bercerita tentang perjuangan dan sikapnya terutama waktu membahas anggaran. Ia memberi pendapat yang tidak lazim tentang hal penetapan serta realisasi anggaran. Ia mau segala sesuatu transparan, adil dan jujur. Tetapi apa yang terjadi …….. datanglah seorang rekan berbisik kepadanya : Pendeta ‘salah tampa’ (salah tempat). Teman ini tetap menyampaikan pendapatnya, meski sudah tahu bahwa tidak akan ada yang mendukungnya. Bisikan ini mengindikasikan bahwa di DPR bukan tempat untuk memperjuangkan dan melaksanakan transparansi, keadilan dan kejujuran. Atau DPR bukan tempat orang-orang jujur dan bersih. Karena itu, ada dua hal penting untuk dibicarakan ialah pertama, masih ada orang yang berpandangan bahwa Pendeta tidak cocok menjadi anggota legislatif. Kedua, apakah yang bukan pendeta dibolehkan untuk merancang dan berbuat korup?
2. Waktu sedang berlangsung pemilihan dalam suatu organisasi (2005), saya menemui teman-teman pemilih perempuan agar mereka memilih seseorang perempuan (waktu itu saya memberanikan diri berkampanye karena saya sendiri tidak boleh lagi dipilih. Artinya saya bebas jalan kesana kemari terutama saat ada waktu rehat atau saat berpapasan di toilet). Menurut saya dari sekian banyak perempuan yang dapat dipilih, ibu ini mempunyai kelebihan di tengah keterbatasannya. Tapi saya kaget mereka mengatakan kira-kira begini : “Ibu, torang mo suka pilih perempuan maar kalu tu ibu da bilang torang nemau pilih. Soalnya, dia itu tidak memperhatikan perempuan. Lebe bae torang pilih laki-laki yang peduli perempuan.” (Ibu, kami ingin memilih perempuan, tetapi perempuan yang ibu sebut kami tidak mau pilih. Sebab, dia itu tidak memperhatikan perempuan. Lebih baik kami memilih laki-laki yang peduli perempuan). Rupanya mereka ini punya pengalaman buruk dengan ibu ini yang kurang ‘bersahabat’ dengan teman-teman perempuan, kurang pekah dengan kebutuhan khas kaum perempuan. Selesai pemilihan, si ibu yang saya kampanyekan dikalahkan oleh calon yang lain (laki-laki). Saya sendiri memilihnya. Saya bangga telah memilihnya dan saya legah telah mengkampanyekannya meski tak berhasil. Sebab seiring dengan berjalannya waktu, saya mendapati kenyataan lain yaitu yang terpilih jauh lebih tidak bisa diandalkan. Hati saya berujar, seandainya ibu yang saya kampanyekan yang terpilih, pastilah ia akan menjadi lebih baik dari sebelumnya dan bahkan jauh lebih baik dari yang terpilih sekarang.
3. Pengalaman saya terpilih untuk tiga jabatan.Yang pertama, saya mendapat kesempatan berceramah dalam sidang gerejawi (1995) yang salah satu agendanya ialah pemilihan. Kesempatan ini ada bagi saya atas usul dua orang teman (perempuan dan laki-laki). Memang waktu saya mendapat undangan untuk menjadi pembicara saya bertanya-tanya dalam hati mengapa saya. Nanti setelah saya terpilih sebagai Anggota BPS GMIM, barulah salah seorang teman yang mengusulkan saya menceritakan mengapa saya menjadi pembicara. Waktu pemilihan berlangsung saya berada di rumah karena saya bukan peserta pemilihan. Saya dijemput ke lokasi persidangan setelah terpilih. Yang kedua, saya didaulat menjadi salah seorang ketua sidang dalam Rapat Anggota Perhimpunan Sekolah-Sekolah Teologi di Indonesia (PERSETIA) yang digelar empat tahun sekali (2006) yang salah satu agendanya ialah pemilihan pengurus untuk periode berikutnya. Kali ini saya menjadi salah seorang peserta pemilihan. Saya terpilih menjadi Wakil Ketua Pengurus. Yang ketiga, saya diminta oleh teman-teman untuk siap dipilih. Tanpa ada “kampanye” atau lobi-lobi atau janji-janji (jabatan atau hal lain) kepada para pemilih, kecuali menyiapkan visi dan misi tertulis yang dibagikan kepada para pemilih tanpa presentasi (2006). Akhirnya saya terpilih dengan suara terbanyak sebagai Dekan. Tiga pengalaman pemilihan ini, mengingatkan saya bahwa sudah sejak mahasiswa, saya telah aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan. Pernah menjadi Wakil Sekretaris kemudian Sekretaris Senat Mahasiswa Fakultas. Padahal dulu (tahun 1970-an) tidak ada isu tentang apakah perempuan atau laki-laki yang akan dipilih menjadi pimpinan lembaga kemahasiswaan. Para pemilih waktu itu adalah seluruh anggota Himpunan Mahasiswa.
Bila sekarang saya berada dalam Pelatihan inipun, bukan karena saya ‘cari-cari’ tetapi saya ‘dicari/diundang’. Undangan seperti ini saya selalu penuhi bila tidak ada acara lain yang sudah diagendakan lebih dulu. Hal seperti ini juga yang saya alami, sehingga saya boleh berkontribusi dalam berbagai kesempatan baik sebagai pembicara maupun peserta dalam berbagai kegiatan tingkat lokal, nasional dan internasional terutama di sekitar tema perempuan dan gender, budaya, politik dan teologi/gereja/agama.
Sayapun punya pengalaman ditunjuk (bukan melalui suatu pemilihan demokratis) menjadi sekretaris suatu organisasi (yayasan) yang baru saja didirikan yang ruang lingkupnya sama sekali tidak saya ketahui sebelumnya. Pekerjaan ini ialah melayani yaitu mengorganisasikan pelayanan di lima Panti Asuhan. Sampai-sampai ada seorang ibu juga menjadi teman pengurus dalam rapat perdana mengatakan kira-kira begini ‘masakan Augustien, dosen dan master mo kerja pekerjaan ini’ (masakan Augustien, dosen dan master hendak mengerjakan pekerjaan ini), tetapi kemudian ibu ini melanjutkan ‘eh…ingat…jangan-jangan ada maksud Tuhan dengan penunjukan ini. Kalau ngana mo mengundurkan diri harus tanya dulu pada Yang Di Atas’ (eh…ingat…jangan-jangan ada maksud Tuhan dengan penunjukan ini. Kalau kau hendak mengundurkan diri harus bertanya dulu pada Yang di Atas). Setelah menggumuli dalam doa tentang penugasan ini maka saya putuskan untuk melanjutkan penugasan ini dengan belajar segala hal sambil bekerja bersama teman-teman. Di tengah tugas rutin saya di kampus, saya harus membagi waktu ke kantor yayasan. Akhirnya, saya mencintai pekerjaan ini bahkan periode berikutnya saya ditunjuk menjadi ketua. Saya bersyukur kepada Tuhan karena saya diberi waktu dan ruang/tempat untuk belajar banyak tentang hikmat kehidupan dari pekerjaan ini selama 10 tahun (1995-2005).
Sharing pengalaman, pendapat dan wawasan sangatlah penting untuk membantu seseorang dalam membangun dan membentuk citra dirinya yang khas. Sharing tidak dimaksudkan untuk terjadi ‘peniruan’ atau agar kita menjadi seperti orang lain itu. Setiap orang adalah berbeda dan unik. Tentu ada hal-hal yang universal yang dapat menjadi citra diri bersama sebagai perempuan hendaknya dimiliki oleh seseorang yang menjadi figur publik. Sharing menolong kita untuk belajar bagaimana orang menjadi berarti sesuai dengan ‘talenta’ atau bakat pemberian sang Pencipta. Kita belajar dari banyak pengalaman orang agar kita trampil mengenal kekuatan/kelebihan dan kelemahan/kekurangan diri sendiri yang pada gilirannya kita menjadi arif dalam menentukan pilihan prilaku hidup pribadi yang dipercaya dan terpercaya. Belajar dari berbagai pengalaman kehidupan : kegagalan dan keberhasilan adalah salah satu cara memaknai hikmat-hikmat kehidupan yang telah tersedia termasuk kearifan lokal kita masing-masing. Agar kekuatan yang ada pada diri masing-masing makin dioptimalkan, dan kelemahan dapat menjadi kekuatan baru dan daya pikat.
Sharing langkah kedua titik dua dan tiga tidak berkaitan langsung dengan partai politik. Namun, substansi serta proses pemilihan sama, sehingga kita dapat menangkap signifikansinya untuk sesi kita ini.
KIAT MEMBANGUN CITRA DIRI
Hal-hal yang secara universal hendaknya dimiliki dan dilakukan oleh seseorang dalam rangka membangun citra dirinya yang berkualitas sebagai ‘public figure’ (tokoh masyarakat) yang layak dipilih ialah:
1. Mengenal dengan baik kekuatan/kelebihan dan kelemahan/kekurangan diri sendiri. Daftarkan atau petakan profil diri sendiri. Kekuatan/kelebihan dioptimalkan tetapi jangan sampai ‘over confidence’. Kelemahan/kekurangan didorong/disiasati untuk berubah maju melalui pembiasaan/belajar/latihan atau memberdayakan diri. Kelemahan/kekurangan jangan menjadi kesalahan/keburukan/kejahatan.
2. Pahamilah budaya kita : adat istiadat dan bahasa serta cara berkomunikasi. Sopan santun berprilaku, berbahasa/bertutur sapa serta gerak tubuh hendaknya terterima oleh masyarakat umum.
3. Bergaul secara luwes dengan masyarakat, mulai dengan mereka yang berada di sekitar tempat tinggal kita. Mereka akan menjadi corongmu dalam sosialisasi diri tanpa diminta.
4. Beri perhatian lebih kepada kaum perempuan dan anak muda serta mereka yang susah/berkekurangan. Dalam visi dan misi hal ini harus jelas tercatat. Lalu meskipun visi untuk ke depan, tetapi kita komit untuk melakukannya mulai sekarang. “Jangan hanya janji, tapi bukti”. Nah…buktikan bahwa kita bersungguh-sungguh.
5. Pahamilah masalah-masalah di sekitar kita: lingkungan/ desa/kelurahan/kecamatan/kabupaten/kota/provinsi dan nasional serta internasional. Untuk itu, carilah banyak info langsung dari masyarakat, dari berbagai media cetak dan elektronik. Bukalah wawasan seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya. Perlu menguasai satu bidang unggulan atau spesialisasi.
6. Jadilah contoh dalam kegiatan-kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan di lingkungan kita. Di situ kita bisa bertemu dan berkomunikasi dengan banyak orang sekaligus.
7. Tampilah sederhana dan bersahaja meskipun kita orang berduit dan berpendidikan tinggi. Penampilan kita akan menunjukkan kepercayaan diri kita dan memancarkan kecantikan dari dalam diri kita (the inner beauty).
8. Percaya dirilah bila orang memberi kepercayaan kepada kita. Jangan sia-siakan kepercayaan itu. Kita harus rendah hati, tapi jangan rendah diri.
9. Beranilah mengatakan tidak terhadap segala yang tidak benar, dan lakukanlah apa yang benar menurut maksud Tuhan dan ketentuan hukum publik. Siap sedialah menanggung resiko apapun demi kebenaran itu.
10. Bekerja dengan disiplin dan tuntaskan pekerjaan dengan maksimal. Bekerjalah dalam kerekanan (sharing power) mulai perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Syukurilah bersama hasilnya.
11. Jadilah orang saleh dan taat beribadah. Lakukan kebenaran, keadilan, kejujuran, dalam persiapan pemilihan (sosialisasi/kampanye), proses pemilihan dan sebagai legislator.
12. …………………………………………… (silahkan ditambahkan lagi)
Penutup
Kita masing-masing diciptakan Tuhan berbeda dan khas/unik. Tidak ada seorangpun yang sempurna. Kita masing-masing diberi karunia oleh Pencipta untuk menjadi terbaik, terpercaya dan berarti serta jadi berkat bagi orang banyak bahkan bagi segenap ciptaan-Nya (band. a.l. Kejadian 1 dan 2; Mazmur 8). Apakah kita meyakininya dan memaknainya, itu tepergantung pada komitmen iman pribadi dengan Tuhan dan komitmen tanggung jawab hidup bermasyarakat. Yakinkan pada diri sendiri bahwa Tuhan punya banyak cara mengantar kita menjadi a.l. anggota legislatif. Ingatlah bahwa sumbangan atau ciri dominan dari kepemimpinan perempuan ialah sensitifitas atau kepekaan, sharing power dan pluralisme serta inklusifisme.
S e l a m a t B e r j u a n g
*Disampaikan dalam Pelatihan Strategi Pemenangan Calon Legislatif Perempuan. Diselenggarakan oleh Kemitraan Jakarta bekerjasama dengan Pokja Perempuan Jakarta dan LSM Swara Parangpuan Sulut pada tanggal 8-10 Januari 2009 bertempat di Swiss-belhotel Maleosan, Manado (tetapi karena waktu presentasi yaitu tanggal 9 berhalangan kedukaan, maka materi ini tidak dapat disampaikan secara langsung, hanya ada pada Panitia)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar